REPUBLIKA.CO.ID, TABANAN -- Petani tomat di Desa Batunya, Kabupaten Tabanan, Bali mengalami kerugian hingga 30 persen lebih akibat kekeringan yang berkepanjangan. "Tanaman tomat banyak yang mati karena kekurangan air selama masa tanam berlangsung," kata Made Karma, sala satu petani di desa setempat, Ahad (18/10).
Ia mengatakan, jika pada hari biasa dapat memanen buah tomat hingga 10 kuintal, tetapi, pada musim kering hanya menghasilkan sekitar tujuh kuintal saja. "Omzet juga menurun, jika dari Rp 1,5 juta menjadi sekitar Rp 1 juta saja dalam sebulan," kata dia.
Ia menambahkan, selain mengurangi hasil panen, kekeringan berimbas pada kualitas buah tomat yang dihasilkan. "Hasil buah kurang maksimal karena intensitas air terbatas," paparnya.
Karma menjelaskan, pihaknya membudidayakan tomat jenis lokal pada lahan seluas sembilan are ( 1 are=100 meterpersegi) yang terlokasi di lahan pribadi milik keluarga. Dikatakan, pada lahan seluas itu dapat menampung sekitar 1.000 bibit tomat yang didapat dari penjual bibit di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Karma memaparkan, pada awal proses penanaman sampai proses panen memerlukan waktu paling cepat tiga bulan dan paling lama empat bulan. Selama periode tersebut, ia melakukan perawatan dengan memberikan pupuk tambahan kotoran ayam dan pupuk kandang serta memberikan tambahan pupuk kimia untuk mempercepat proses tumbuh dari bibit tomat.
"Agar tanaman tomat dapat tumbuh baik, kami memberikan beberapa bambu berukuran antara satu sampai satu setengah meter agar dapat tumbuh berfungsi sebagai penyangga tanaman," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan, pihaknya berharap hujan segera turun, sehingga memudahkan para petani menanam tomat. "Kalau hujan dipastikan hasil panen kembali naik," kata dia.