REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terorisme kini seolah sudah menjadi jalan pintas semua kalangan dan golongan untuk meraih kepentingannya. Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan publik sekarang perlu semakin waspada. Karena bisa jadi seorang yang tidak mempunyai iman dan kontrol diri moral yang baik, kemudian ia patah hati dalam urusan asmara, juga berpotensi menjadi teroris.
Dia mengatakan, teroris di Indonesia tidak lagi harus karena teologi beku yang dianutnya. Atau juga tidak harus karena soal imperialisme Amerika di Indonesia.
Harits mengatakan, semua asumsi tersebut relevan pada sosok Leopard Wisnu Kumala, pelaku pemboman di Mal Alam Sutra, Tanggerang Selatan. Sosok Leopard, dia mengatakan, sosok Teroris Lonwolf yang membuyarkan semua narasi teori terorisme yang di cekokkan ke publik selama ini.
"Saya pikir istilah teroris lone wolf (serigala sendirian) adalah tepat. Apa karena sosok Leopard yang Katolik membuat aparatur pemerintah dan pemilik media wajib memilih diksi judul pada setiap berita dan isinya kemudian harus steril dari diksi terorisme? Disini kejujuran dan konsistensi diuji, publik juga sudah cerdas," katanya pada Jumat (30/10).
Harits meyakini rakyat sekarang tahu, orang Kristen atau non Muslim di Indonesia juga sama potensialnya bisa hadir di tengah masyarakat sebagai sosok-sosok teroris yang sangat berbahaya. Sekalipun di antara mereka bisa terkesan ramah bahkan imut.
Menurutnya, tidak harus karena spirit crussader-nya, seorang non Muslim menjadi seorang teroris dengan menebar teror. Menurutnya, bisa jadi cukup hanya karena motif kepentingan perut, sebab hasutan, sakit hati atau dendam terhadap pihak di luar dirinya. seseorang bisa menjelma menjadi teroris liar yang mematikan. Teror dengan mengebom menjadi salah satu cara untuk mencapai keinginannya.
Dia menilai dalam isu terorisme, rakyat Indonesia selama ini dalam kerangkeng sudut pandang yang tendensius dan stigmatis. Begitu mendengar teroris, maka tergambar sosok pelakunya seorang Muslim, berjenggot, jidat hitam, celana cingkrang, keluarganya bercadar, memandang Barat (AS) sebagai musuh.
"Inilah terorisme di Indonesia, sebuah bangunan terminologi yang memiliki dimensi sarat tendensi, stigma, kepentingan politis dan ideologis dibaliknya. Maka sosok Leopard menjadi penanda sejarah penting dalam isu terorisme di Indonesia," ujarnya.