REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Gempa bumi dengan kekuatan 4,8 Skala Richter (SR) yang mengguncang Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu pagi, tidak berdampak tsunami.
"Meskipun tidak berdampak tsunami, warga kabupaten setempat diminta untuk tetap waspada dengan kemungkinan adanya gempa susulan di 22 kilometer (km) Timur Laut Alor," kata Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Klas I Kupang, Sudaryono, di Kupang, Rabu (4/11).
Gempa dengan kedalaman 10 kilometer (km) itu katanya berpusat pada 8,27 lintang selatan (LS) hingga 124,91 bujur timur (BT) berlangsung sekitar pukul 04.54 wita dini hari.
Sebelumnya yaitu pada Senin, 2 November 2015 gempa berkekuatan 4,5 SR juga mengguncang Kabupaten Alor pada sekitar pukul 00:51:03 Wita di lokasi 8.32 LS- 125.19 BT di ke dalam 53 KM tenggara Alor.
Selama dua hari dalam sepekan terakhir ini, dua kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Manggarai Barat dan Kefamenanu diguncang gempa berkekuatan 4,5-5,2 Skala Richter (SR).
Laporan Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi Klas I Kupang menyebutkan pada Minggu, 1 November 2015 terjadi Gempa berkekuatan 4,6 SR sekitar pukul 06:03:21 WITA di lokasi 67 lintang selatan (LS)- 119.41 bujur timur (BT) di 108 kilometer (KM) barat laut Labuan Bajo.
Sedangkan pada akhir Oktober gempa bumi berkekuatan 5,2 mengguncang Kabupaten Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (31/10/2015) siang. Pusat gempa berlokasi di 9,39 Lintang Selatan dan 124,24 Bujur Timur.
Gempa berkekuatan 5,2 itu berpusat di kedalaman 70 kilometer di dasar laut, sekitar 25 kilometer di Barat Daya, Kabupaten Timor Tengah Utara. Sebelumnya Pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung Irwan Meilano mengatakan 4 gempa yang terjadi tersebut memiliki mekanisme sesar naik dengan luas bidang yang bergeser 160Km x 120KM.
Untuk itu katanya beberapa kota besar dengan penduduk padat di Indonesia harus mulai mempersiapkan infrastruktur yang tahan terhadap guncangan keras akibat gempa. Di mana, faktor amplifikasi seperti yang terjadi di Nepal atau Yogyakarta pada 2006 hingga gempa di Sumbar pada 2009 dan kota lainnya di Indonesia harus segera ditutupi oleh sedimen halus yang tebal.