REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum terpidana teroris, Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan menjelaskan alasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis 15 tahun penjara. Menurut Michdan, putusan hukum tidak berdasarkan nilai keadilan.
Sebab, dalam fakta persidangan Ba'asyir bukan sebagai aktor intelektual crime. Namun, dalam putusan, kata Michdan, kliennya mendapatkan hukuman paling berat. "Dalam fakta persidangan, klien kami terlepas dari dakwaan primer. Tapi didiktum lain dinyatakan terlibat dalam kasus terorisme," ujarnya, usai sidang PK, di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/11).
(Baca: Sidang PK Abu Bakar Ba'asyir Ditunda)
Selain itu, Michdan tidak sependapat dengan majlis hakim ditingkatan kasasi tentang yudek yuris. Michdan menilai terdapat kekeliruan dalan putusan tersebut. "Penerapan keliru ada yudek yuris di mahkamah agung memberikan penilaian terhadap fakta persidangan di majlis hakim pengadilan," tambahnya.
Lebih lanjut, Michdan menjelaskan, pada awal kasus Ba'asyir mencuat terkait peranannya membiaya latihan militer di Aceh disebutkan bahwa dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp 2 miliar. Padahal dalam fakta persidangan uang yang terkumpul hanya Rp 40-50 juta saja yang disalurkan melalui sebuah organisasi.
Ba'asyir, kata Michdan, mengajukan lima saksi dalam permohonan PK kali ini. Lima saksi tersebut, dokter Yose, Habin Rizieq, dan tiga orang lainnya merupakan terpidana kasus yang sama dengam Ba'asyir.