REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Perdagangan Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan dengan Cina. Kondisi itu membuat pemerintah mengejar investasi Cina.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan hubungan perdagangan antara Indonesia dan Cina belum seimbang. Sebab, selama ini Indonesia selalu mengalami defisit neraca perdagangan. Tahun lalu, defisit perdagangan Indonesia-Cina tercatat hingga 14 miliar dolar AS.
Sementara, nilai impor Indonesia dari Cina tercatat mencapai 30 miliar dolar AS tiap tahunnya. Sebab itu, kata Lembong, Presiden Joko Widodo tengah berupaya keras meminta agar negara tirai bambu tersebut meningkatkan nilai investasinya di Indonesia.
"Kalau umpamanya defisit butuh waktu untuk dikelola, maka opsinya, yuan yang masuk mereka dari hasil hasil ekspor ke Indonesia, masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk investasi. Jadi ada lebih dari satu cara seimbangkan hubungan ekonomi kita," ungkap Thomas di Manila, Filipina, Kamis (19/11).
Upaya pemerintah agar Cina tertarik untuk menanamkan investasinya di Indonesia menjadi salah satu cara untuk menjaga keseimbangan hubungan antarkedua negara. Ia mengatakan cara ini diambil lantaran untuk menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara masih sulit untuk dicapai.
"Di satu sisi bisa dengan mengejar defisit agar menciut, tapi kalau untuk neraca dagang sulit dicapai dalam waktu dekat, maka uang yang keluar dalam perdagangan, masuk lagi melalui investasi," katanya.
Thomas menyampaikan, selama ini nilai investasi Cina di Indonesia terhitung sangat kecil. Sementara, kondisi defisit neraca perdagangan Indonesia tergolong besar.
Cina pun, ungkapnya, berminat untuk meningkatkan nilai impor dari Indonesia serta ingin meningkatkan investasi di Indonesia. Kendati demikian, pemerintah masih perlu mendorong agar minat Cina untuk meningkatkan impor dan investasi terealisasi.
Dalam pertemuan APEC, Thomas juga sempat melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan Cina Wang Chao. Menurut dia, keduanya membahas upaya peningkatan ekonomi.
Sejumlah komoditas utama yang dapat diekspor Indonesia ke Cina saat ini merupakan bahan mentah, seperti minerba, nikel, bauksit, alumunium, dan batubara. Namun harga bahan mentah yang anjlok akhir-akhir ini membuat Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan.
Selain itu, Thomas mengatakan, Indonesia harus mendorong terciptanya industri yang dapat memproduksi berbagai barang yang dibutuhkan masyarakat di negara tujuan ekspor.
"Tapi mereka mau mengurangi perindustrian dan lebih ke konsumsi, mereka lebih mau ke masyarakat, konsumen, karena itu permintaannya pakaian, fashion, alas kaki, meubel jadi lebih lifestyle, makanan dan minuman, dan itu semuanya barang-barang konsumsi," ujar Thomas.