REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selfie kini sudah menjadi gaya hidup. Tak lengkap rasanya jika melakukan aktivitas baru atau pergi ke tempat baru tanpa melakukan selfie.
Demam selfie kini juga melanda siapa saja, termasuk para Muslimah. Tak jarang selfie para Muslimah diunggah di media sosial sehingga bisa dilihat banyak orang. Lalu, bagaimana sebenarnya hukum selfie bagi Muslimah?
Berfoto, baik Muslim maupun Muslimah, adalah perkara muamalah yang hukum asalnya boleh. Kaidah fikih menyebutkan, al-Aslu fil mu'amalah al-ibahah hatta yadullad dalilu 'ala at-tahrim (asal hukum mu'amalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya).
Sebagian kelompok memang pernah mengharamkan foto, khususnya foto dengan objek makhluk bernyawa. Mereka berpendapat, foto sama saja dengan gambar atau lukisan. Berdalil dari hadis Rasulullah SAW, "Sesungguhnya, manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para tukang gambar (yang mereka yang meniru ciptaan Allah)." (HR Bukhari Muslim).
Namun, pendapat kalangan ini banyak dibantah. Bantahan paling mematahkan dari teknis fotografi sendiri. Teknik pengambilan foto sama sekali berbeda dengan lukisan. Tidak ada unsur meniru dalam fotografi karena hanya mencetak objek hasil dari bayangan. Jadi, fotografi sama sekali tak bisa disamakan dengan melukis, seperti disebutkan dalam hadis tersebut.
Tak bisa pula dimungkiri, tuntutan zaman modern dan kebutuhan umat manusia akan foto sangat tinggi, seperti urgensi foto pada surat kabar, bahan investigasi atau bahan bukti pihak kepolisian dan pengadilan, dokumentasi dan pencatatan sipil warga negara, serta hal-hal penting lainnya. Semuanya itu mutlak membutuhkan foto.
Persoalan selfie mengikut pada hukum asal dari foto itu sendiri, yakni mubah. Halal-haram dari hukum asal tersebut bergantung dari tujuan dan niat dari si mukalaf (pelaku). Ibaratnya, mubah menggunakan telepon seluler. Jika digunakan untuk berkomunikasi, hukumnya boleh. Jika digunakan untuk berdakwah, hukumnya mandub (sunah), bahkan wajib. Namun, jika digunakan untuk menipu, menghina, atau melecehkan orang, hukumnya haram. Selfie juga masuk dalam kategori seperti itu.
Jadi, tidak mustahil selfie bisa menjadi mandub. Misalkan, seorang anak yang merantau dan jauh dari orang tuanya. Untuk mengobati kerinduan, si anak selfie di daerah perantauan dan mengirimkannya kepada orang tuanya. Bisa saja hal ini dihukumi mandub dan berpahala karena si mukalaf telah melakukan kebaikan dengan selfie.
Namun, bisa juga berfoto selfie menjadi haram jika membawa pada yang haram. Misalkan, selfie yang diunggah ke media sosial dengan tujuan riya atau pamer karena telah melakukan kebaikan. Firman Allah SWT, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS an-Nisa' [4]: 142).
Persoalan riya dan ujub adalah persoalan hati. Seseorang tak bisa menilai foto orang lain apakah didasarkan riya atau tidak. Semuanya kembali kepada si pemilik foto. Hanya dia dan Allah SWT saja yang lebih mengetahui tujuan dan niat dari foto selfie-nya. Selama tak ada niat atau tujuan yang mengarah pada keharaman, tentu saja selfie tak bisa pula diharamkan.
Selfie memang lebih banyak digandrungi kaum hawa. Terkhusus, bagi Muslimah yang ingin selfie, dipesankan untuk menjaga adab-adab Islami ketika berfoto. Misalnya, menutup aurat secara sempurna dan memastikan tidak ada aurat yang tersingkap. Di samping menjaga akhlak dan sikap dengan baik, Muslimah dipesankan untuk tidak meniru pose-pose wanita Jahiliyah sehingga berpotensi membangkitkan keinginan orang-orang jahat untuk berbuat negatif.
Bagi Muslimah yang ingin mengunggah foto-fotonya ke internet juga perlu kehati-hatian. Perlu diwaspadai para Muslimah agar tidak sembarangan mengumbar foto-fotonya di media sosial. Mengingat banyaknya pihak tak bertanggung jawab memakai foto-foto wanita untuk tujuan negatif. Bisa juga orang yang memiliki penyakit hati akan membawa dampak buruk bagi si pemilik foto. Wallahu a'lam.