REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Negara-negara Uni Eropa mengatakan tak bisa lagi menerima lebih banyak pengungsi, Rabu (25/11).
Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls mengatakan Uni Eropa telah mengulur hingga batas akhir dalam menangani krisis pengungsi.
"Kami tidak bisa mengakomodasi lebih banyak pengungsi di Eropa, itu tidak mungkin," kata Valls dalam surat kabar Jerman, Sueddeutsche Zeitung. Sehingga pengetatan aturan di perbatasan terluar Eropa akan menjadi penentu nasib Uni Eropa.
Komentar Falls muncul beberapa jam sebelum Kanselir Jerman Angela Merkel bertemu dengan Presiden Prancis Francois Hollande di Paris. Merkel telah menjadi simbol penerimaan bagi pengungsi. Ia dibangga-banggakan oleh pengungsi dan kelompok pro-migran.
Namun setelah gelombang migran terus meningkat, kebijakannya menimbulkan banyak kritik. Beberapa politisi konservatif mengatakan keputusan Merkel untuk membuka perbatasan Jerman telah memancing lebih banyak migran.
Komisioner Uni Eropa Gunther Oettinger juga mengatakan bahwa hukum suaka Jerman bertanggung jawab karena memikat semakin banyak pengungsi ke Eropa.
"Hukum suaka Jerman seperti magnet untuk pengungsi," kata Oettinger pada Handelsblatt.
Menurutnya, aturan tersebut harus diubah karena jika tidak, maka lebih banyak pengungsi akan berdatangan. Sementara untuk mengatasi migrasi, Oettinger berpendapat setiap negara harus mengetatkan perbatasan.
"Kita butuh 5.000 petugas perbatasan daripada hanya 500 orang," katanya.
Perdebatan penerimaan migran semakin panas setelah serangan di Paris diduga dilakukan migran asal Suriah. Kekhawatiran bahwa militan ISIS ikut menyelundup bersama migran terus meningkat.
Valls tidak mengkritik Merkel secara langsung dalam laporan surat kabar tersebut. Namun ia memuji kebijakan Jerman yang menunda peraturan suaka bagi pengungsi Suriah sehingga mereka terjebak di Hongaria.
"Jerman telah membuat pilihan yang bijak di sana," kata Valls.
Menteri Ekonomi Prancis, Emmanuel Macron dan Menteri Ekonomi Jerman, Sigmar Gabriel mengumumkan mereka telah mengajukan permintaan dana sebesar 10,7 milyar dolar AS untuk keamanan. Termasuk mengetatkan kendali dan keamanan perbatasan eksternal juga untuk mengurus pengungsi.
Pada Selasa, PBB mengecam kebijakan larangan baru pada pengungsi. Larangan tersebut telah membuat sekitar 1.000 migran terjebak di perbatasan utama Makedonia dan Yunani.
Eropa telah mengalami eksodus pengungsi besar-besaran sejak Perang Dunia II. Pada Jumat, Uni Eropa sepakat untuk mereformasi passport zona Schengen pada akhir tahun. Prancis juga mengajukan skema mengoleksi data penumpang pesawat.
Valls mengatakan setiap blok Eropa harus melindungi diri sendiri dari resiko eksodus migran. Yaitu dengan mengatasi krisis hingga ke akarnya dan memastikan jutaan orang yang melarikan diri dari Suriah itu melalui seleksi di perbatasan.
"Eropa harus menemukan cara untuk memastikan bahwa migran ditangani oleh negara tetangga Suriah," kata Valls, dikutip AFP.
Pada Selasa, Komisi Uni Eropa mengadopsi rancangan undang-undang untuk memberi bantuan finansial pada Turki untuk mengatasi jutaan pengungsi Suriah di tanahnya. Namun hal itu dinilai akan sulit dilakukan.