REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono mengatakan industri minyak sawit (CPO) mengalami penurunan cukup tajam sejak tahun lalu. Keputusan pemerintah menjalankan dan mengelola dana minyak sawit akan membawa dampak bagi perkembangan industri ini di masa depan.
"Rata-rata harga CPO periode Januari-Oktober 2015 hanya mencapai 584 dolar AS per ton, turun dari 821 dolar AS per ton pada periode sama 2014," kata Joko dalam Konferensi Kelapa Sawit Indonesia (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Kamis (26/11).
Gapki menyimpulkan ada lima faktor yang mendorong anjloknya harga CPO di pasar ekspor. Pertama, melemahnya permintaan dari negara importir utama, seperti Eropa dan Timur Tengah. Ekspor CPO dan produk turunannya ke Eropa dan Timur Tengah turun masing-masing enam dan 17 persen sepanjang Januari-Oktober 2015 dibandingkan periode sama tahun lalu.
(Baca Juga: Wapres Sebut Industri Sawit Berharga)
Kedua, menurunnya harga minyak bumi dunia yang berhubungan erat dengan harga CPO. Sepanjang periode Januari-Oktober 2015, rata-rata harga minyak bumi turun 50 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Ketiga, terjadinya kelebihan pasokan minyak nabati dunia. Ini disebabkan berhasilnya panen dan meningkatnya produksi minyak kedelai dan rapeseed.
Keempat, menurunnya perbedaan harga minyak kedelai dan minyak sawit. Ini mendorong beberapa negara importir minyak nabati beralih ke minyak nabati lain.
Kelima, belum efektifnya program kewajiban (mandatory) biodiesel di Indonesia dan Malaysia. Program biodiesel di Indonesia dan Malaysia semula diperkirakan mendorong kenaikan harga CPO di pasar internasional. Namun, program ini ternyata tak mencapai sasaran di Indonesia, bahkan Malaysia menunda program ini beberapa waktu.