REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Perhitungan data pangan pemerintah yang tak akurat menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengundang polemik. Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan pemerintah sudah berupaya keras untuk menjaga keberlanjutan dan stok pangan di Tanah Air.
“Data pangan janganlah dibesar-besarkan. Satu tahun pemerintah tak impor, berarti pangan kita surplus,” ujar Amran dijumpai usai Konferensi Kelapa Sawit Indonesia (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Bali, Jumat (27/11).
Amran membandingkan kejadian elnino pada 1998 dengan 2015. Dengan total populasi 200 juta penduduk pada 1998, pemerintah saat itu mengimpor beras hingga tujuh juta ton. Asumsinya, dengan populasi 250 juta penduduk pada 2015, elnino tahun ini semestinya membuat pemerintah mengimpor di kisaran sembilan hingga 10 juta ton beras.
Pemerintah, kata Amran juga melakukan upaya khusus, sehingga stok beras saat ini masih tersedia 1,3 juta ton untuk 30 hari ke depan. Indonesia tahun ini juga mencatat rekor mengekspor bawang merah hingga lima ribu ton dan produksi minyak sawit hingga 30 juta ton.
“Jadi, jangan lagi kita perdebatkan hal sepele, seperti beras plastik dan yang lainnya. Tidak ada untungnya. Jadi, mari kita kerja. Mengenai data pangan, kita akan terus perbaiki,” ujarnya.
BPS sebelumnya meragukan data luas panen pangan yang dijadikan dasar perhitungan pangan pemerintah. Metode ini dinilai bergantung pada subyektivitas petugas data di lapangan sebab tak menggunakan statistik akurat. Ada peluang petugas menaikkan data luas panen.