REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan terkait fenomena hujan es yang sempat terjadi di Kota Bogor, Senin (30/11) sore. Menurut Kepala Subbidang Informasi Meteorologi Publik BMKG, Harry Tirto Djatmiko, fenomena alam itu cukup lazim terjadi.
"Hujan es tidak hanya terjadi di negara sub-tropis, tetapi bisa juga terjadi di daerah equator," ujar Harry, Selasa (1/12).
Ia menjelaskan, fenomena tersebut biasa terjadi pada saat musim peralihan atau ketika frekuensi hujan banyak terjadi pada siang atau malam hari. Hujan es, kata Harry, biasanya turun antara pukul 13.00-17.00, tetapi tidak menutup kemungkinan juga turun di malam hari.
Hujan es yang disebut juga hail dalam ilmu meteorologi. Ialah presipitasi (kandungan kelembaban udara yang berbentuk cairan atau bahan padat, seperti hujan, embun, salju) yang terdiri dari bola-bola es. Salah satu proses pembentukannya adalah melalui kondensasi uap air lewat dingin di atmosfer pada lapisan di atas freezing level.
Es yang terjadi dengan proses ini, kata ia, biasanya relatif berukuran besar. Walaupun telah turun ke arah yang lebih rendah dengan suhu yang relatif hangat, tidak semua bagiannya mencair.
Harry menjelaskan, hujan es berasal dari awan Cumulo Nimbus (CB) yang berlapis-lapis menjulang ke arah vertikal sampai dengan ketinggian 30.000 kaki lebih di dekat permukaan bumi. Dapat juga berasal dari awan multisel, dan pertumbuhannya secara vertikal, dengan luasan area horizontalnya sekitar tiga sampai lima kilometer.
"Peristiwa ini hanya bersifat lokal dan tidak merata, kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama," tuturnya.
Baca Juga: 'Jokowi tak Punya Pengaruh Militer untuk Masa Depan Papua'