REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pemerintah Qatar menyangkal laporan Amnesty Internasional terkait penyalahgunaan buruh migran di negara Teluk Arab, Selasa (1/12). Amnesty mengatakan eksploitasi buruh telah merajalela lima tahun pascapenetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia.
Dalam pernyataan Kantor komunikasi Pemerintah Qatar yang dikirimkan pada jurnalis mengatakan, laporan Amnesty tidak akurat. "Kami merasa bahwa tuduhan bahwa Qatar gagal untuk meningkatkan HAM pekerja migran itu tidak benar," katanya.
Perubahan signifikan telah dibuat dan lebih banyak lagi masih dalam proses. Qatar telah banyak dikritik karena perlakuannya pada pekerja migran, khususnya di industri konstruksi.
Laporan Amnesty mengatakan bahwa pekerja asing masih diperlakukan di bawah sistem kafala. Sehingga membutuhkan persetujuan majikan untuk mengganti pekerjaan atau meninggalkan negara tersebut. Hal itu menempatkan nasib mereka pada belas kasihan majikan mereka.
Pemerintah Qatar menyangkal tuduhan bahwa mereka diekploitasi. Pasalnya, Qatar telah mereformasi sistem perlindungan untuk membayar gaji pekerja lewat transfer bank. Memegang paspor migran juga saat ini dianggap ilegal.
Menurut mereka, reformasi itu adalah awal dari berakhirnya hukum kafala di Qatar. Dengan sekitar 200 miliar dolar AS proyek infrastruktur yang direncanakan, ratusan ribu pekerja telah direkrut dari negara-negara seperti India, Nepal dan Bangladesh.