REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menilai, kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang disebut-sebut melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Reza Chalid, dan Dirut PT Freeport Indonesia Ma’roef Syamsudin seperti sinetron.
Ia bahkan menyebut kasus yang sedang bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR seperti perebutan saham antargeng.
“Ini seperti yang saya pernah katakan, inikan bagaikan sinetron, pertentangan antar geng yang berebut saham ya. Tapikan kuncinya dari perdebatan ini, rakyat Indonesia dapat lebih baik atau tidak,” kata Rizal, Kamis (3/12).
(Baca juga: Insting yang Buat Presdir Freeport Rekam Pembicaraan Setnov)
Menko Kemaritiman itu mengingatkan, Presiden Jokowi sudah menjelaskan PT Freeport tetap harus membayar royalty lebih tinggi 6-7 persen. Yang kedua, Freeport harus tanggung jawab soal processing limbah.
“Itu ada laporannya semua bagaimana, tanya saja sama bekas-bekas Dirjen KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) bagaimana Freeport membuang limbah seenaknya tanpa diproses,” jelasnya.
Yang ketiga, tutur Rizal, Freeport wajib untuk membangun smelter. Ia menyebutkan, undang-undangnya sudah memerintahkan untuk membangun smelter sejak 2009 tetapi dalam pandangannya, Freeport sengaja cari cara untuk menunda kewajiban tersebut.
Yang terakhir adalah soal investasi. Rizal mengatakan perdebatan yang selama ini terjadi tidak terfokus pada manfaat yang ingin diperoleh pemerintah terhadap Freeport.
“Di luar itu kita anggap saja perebutan antara geng, yang berebut daging lah, berebut kue, tapi poin yang lebih penting jangan lupa (memberikan keuntungan bagi Indonesia),” ungkap Rizal Ramli.