REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Peternakan yang juga merupakan Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf melihat target pemerintah menurunkan harga daging sapi Rp 70 ribu hingga Rp 75 ribu per kilogram dinilai mustahil. Terlebih, armada kapal ternak berkapasitas jumbo baru ada satu armada saja. Selain itu, populasi sapi lokal pun masih terbatas.
"Harga sapi hidup saat ini Rp 35 ribu per kilogram, logikanya, harga daging setidaknya bisa dikendalikan hingga Rp 90 ribu. Kecuali jika perusahaan pelaksana mau menanggung kerugian menjual di angka Rp 75 ribu," katanya Jumat (11/12).
Hal itu dipandangnya mustahil, sebab kebutuhan sapi untuk wilayah Jakarta sekitar 1.500 ekor sapi per hari. Jika pemerintah dapat menjaga ketersediaan pasokan hingga 10 persen, katakanlah 200 ekor per hari dan dilakukan secara kontinu, barulah pengendalian harga daging bisa terwujud. Itu pun jika dibangun harga yang adil untuk peternak.
Dia mengatakan, jika hanya mengandalkan kapal ternak berkapasitas jumbo Camara Nusantara I, kemungkinan mencapai target pun dinilainya bisa lebih mengawang-awang lagi. Rochadi mengatakan pengangkutan sapi sebulan dua kali dengan kapasitas 500 ekor tak akan mengejar ketertinggalan nasional atas permintaan daging sapi di meja makan konsumen.
"Apalah artinya jika 500 berarti seribu sebulan, sedangkan per hari kebutuhan 1.500," katanya.
(Baca Juga: Ada Kapal Ternak, Harga Daging Sapi Diharapkan Rp 75 Ribu).
Masalah lainnya, ketika kapal siap berlayar menjemput sapi, produksi dalam negeri seret. Ia melihat sudah sangat sulit mengumpulkan sapi di dalam negeri. Makanya pengusaha beralih mencari sapi ke Australia.
Hal ini menandakan pasokan sapi dalam negeri memang minim dan menempuh distribusi yang sulit. "Populasi dalam negeri yang masalah, produksinya kalau tidak dibenahi, mau ngangkut apa dia," katanya.