REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita memuji pembukaan kembali hotel mewah pusat serangan mematikan pegaris keras. Dia menyebutnya kemenangan atas kekerasan.
Kelompok bersenjata menyandera tamu dan petugas hotel Radisson Blu di Bamako pada 20 November dalam serangan menewaskan 20 orang, sebagian besar warga asing. Serangan itu diakui dilakukan dua kelompok keras.
"Ini kemenangan hidup atas pegaris keras," kata Keita kepada sekitar 100 orang, yang menghadiri upacara pembukaan hotel yang telah diperbaiki.
Keita memberikan dana bantuan kepada tiga pekerja tewas dan yang selamat serta berjanji memperketat keamanan di ibu kota tersebut dan terus memerangi garis keras sekuat mungkin.
Al Murabitoun, sebuah kelompok yang berhubungan dengan Alqaidah yang dipimpin pegaris keras asal Aljazair, Mokhtar Belmokhtar, menyatakan berada di balik serangan itu. Kelompok keras lain, Front Pembebasan Macina asal Mali tengah juga menyatakan bertanggung jawab.
Beberapa hari setelah serbuan tersebut, pasukan Mali di Bamako menangkap dua orang, namun tidak ada penangkapan lain sejak itu.
Sumber dekat dengan penyelidikan itu mengatakan dua tersangka lainnya sedang dalam pencarian.
Keamanan ditingkatkan sejak serangan itu dengan pembangunan gerbang-gerbang baru di jalan masuk barat dan timur hotel itu, pengecekan kendaraan yang lebih ketat dan menggandakan penjaga bersenjata yang berpatroli di lapangan.
"Hari ini kami bisa katakan Radisson merupakan hotel paling aman di ibu kota Mali," ujar seorang pejabat Kementerian Pertahanan.
Foto ketiga petugas tewas dalam serangan itu dipajang di ruang resepsionis, tempat upacara pembukaan kembali dilakukan.
"Kami memikirkan ketiga rekan kami. Kami rindu mereka. Itulah yang menyakiti kami," ujar seorang pelayan, Bintou.
Baca: Kaleidoskop Maret 2015: Tawaran Hati CEO Apple Hingga Bermain Boling dengan Granat