REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketegasan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan diruntuhkan oleh pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang memperbolehkan ojek dan taksi online terus beroperasi. Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menilai, Presiden mempertontonkan hal aneh di hadapan publik.
"Jokowi mengajak menterinya melanggar undang-undang (UU) padahal menterinya itu sudah berbuat untuk menegakkan dan menjalankannya," ujar Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan kepada Republika.co.id, Jumat (18/12).
(Jokowi: Jangan Mengekang Inovasi Seperti Gojek)
Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan surat untuk menertibkan transportasi berbasis aplikasi yang melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Namun, seketika ketegasan itu justru dibuyarkan oleh atasannya sendiri sehingga Menhub merevisi pelarangan transportasi berbasis aplikasi tersebut.
Izin operasional tersebut dinilai diskriminatif. Dia membandingkan apabila ada salah satu persyaratan yang tidak dipenuhi oleh angkutan umum resmi yang ada maka pemerintah langsung bertindak.
"Kurang satu persyaratan saja mobil bisa langsung dikandangkan. Nah, ini jelas-jelas melanggar UU tapi dibiarkan. Kalau begitu untuk apa UU dibuat," katanya.
Layanan transportasi berbasis aplikasi memang dibutuhkan masyarakat, namun, kata dia, bukannya tanpa risiko. Shafruhan mencontohkan, fasilitas mengantar barang yang ditawarkan satu ojek online bisa saja disalahgunakan seperti pengiriman narkoba.
Mengingat adanya risiko ini sudah selayaknya pemerintah memperhatikan faktor-faktor yang terdapat dalam UU terkait permasalahan izin transportasi tersebut.
Baca juga: Menhub Jonan Persilakan Ojek Online Tetap Beroperasi