REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengendara sepeda di Jakarta meminta bisa mendapat perhatian dari masyarakat sama seperti kendaraan bermotor. Hal ini karena jalur sepeda sering dilanggar pengguna jalan.
Seorang pecinta sepeda Onthel bernama Cahyudin (28 tahun) mengeluhkan jalur sepeda selalu dipakai oleh pengendara sepeda motor atau kendaraan roda empat. "Hal itu yang terjadi di Jalan Banjir Kanal Timur (BKT) dan Jalan Dipenogoro," tutur dia, Ahad (20/12).
Cahyudin mengatakan jalan untuk Busway saja sering dilanggar padahal telah terdapat sparator khusus. Apalagi, jalur sepeda yang hanya ditandai dengan garis kuning dan putih. Saat kemacetan terjadi, jalan sepeda pun ikut macet. Ia mengaku hanya saat car free day sepeda bisa lewat dengan jalanan Jakarta dengan lancar.
"Seharusnya ada juga SK Gubernur, tentang itu. Bukan hanya Busway," kata dia.
Setiap harinya memang dia senang pergi kemana-mana naik sepeda. Tidak hanya saat libur, tetapi untuk hari kerja pun dia menggunakan sepeda Onthel miliknya. Meskipun, jika menaikinya terbilang tua atau jadul (jaman dulu), tapi dia tidak peduli.
Bahkan rekannya sesama karyawan cleaning service di salah satu Bank Swasta malah ingin membeli sepedanya. Dia mengayuh sepeda selepas subuh, dari Cempaka Putih ke Bundaran Hotel Indonesia (HI), membutuhkan waktu setengah jam.
Jarak tempuh paling jauh yang pernah dilaluinya yakni jalur dari Cempaka Putih ke Bogor dan Tangerang. Dengan sepeda Onthel miliknya yang dibeli Rp 1,5 juta, dia bisa menempuh jalur tersebut sekitar enam jam.
Ia mengakui antara naik sepeda dan kendaraan bermotor sangat berbeda. Karena, sepeda Onthel lebih asri dan alami dibandingkan motor, tidak perlu ada polusi kendaraan, yang membuat sesak nafas.
"Kalau naik motor, bisa terkena penyakit stroke dan lain-lain," tutur pria yang telah mengenal sepeda Onthel selama setahun ke belakang.
Selain sehat, ia mengaku ada perasaan bangga tersendiri karena sepeda Onthel pernah dinaiki pejuang kemerdekaan. Komunitas Onthel juga memiliki keunikan, selain sepeda tua dandanan mereka juga harus disesuaikan, misalnya ada yang menggunakan pakaian tentara, veteran, dan adat.
Cahyudin mengungkapkan pertama kali menyukai sepeda dari kakeknya asal Indramayu untuk angkut padi. Setelah pindah ke Jakarta, dia dapat memiliki sepeda sendiri. Meski demikian perawaran sepeda Onthel atau untuk aksesoris memang cukup mahal. "Jok saja ada yang Rp 20 juta," kata dia.
Rekannya yang lain pun ikut menuturkan hal yang sama. Mat Ali (49 tahun) mengaku car free day dari pukul 06.00 Wib - 11.00 WIB pada Ahad dirasakan komunitasnya sebagai anugerah. Dia tergabung dalam Organisasi Cempaka Putih Barat (CPB) Onthel yang hanya beranggotakan 22 orang. Umur mereka 28-60 tahun, tapi yang aktif hanya beberapa orang saja.
"Seperti sekarang, cuma jalan bertiga," kata dia.