Sabtu 26 Dec 2015 15:55 WIB

ESDM Pastikan Pengelolaan 'Dana Ketahanan Energi' Transparan

Rep: c25/ Red: Didi Purwadi
Menteri ESDM Sudirman Said mengumumkan harga baru bahan bakar premium dan solar di Jakarta, Rabu (23/12).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri ESDM Sudirman Said mengumumkan harga baru bahan bakar premium dan solar di Jakarta, Rabu (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM, Sudirman Said, menilai pro-kontra program dana ketahanan energi merupakan sesuatu yang wajar sebagai bentuk respon kehadiran hal baru. Menurutnya, yang terpenting pemerintah dapat menunjukkan pengelolaan profesional, transparan dan akuntabel.

"Secara konsepsi dana ini dapat digunakan mendorong eksplorasi agar depletion rare cadangan bisa ditekan, membangun infrastruktur cadangan strategis dan energi yang suistanable yakni baru dan terbarukan," kata Sudirman Said dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jum'at (25/12).

Sudirman menerangkan dana ini seperti uang negara, akan disimpan Kementerian Keuangan dengan otoritas penggunaan oleh kementerian teknis, yaitu Kementerian ESDM. Internal audit dilakukan Dirjen Kementerian ESDM dan BPKP untuk selanjutnya juga diaudit oleh BPK.

Ia menjelaskan sisi kebutuhan yang mendesak adalah dana stimulus untuk membangun energi baru dan terbarukan, eksplorasi migas, panas bumi dan barubara, lantaran investasi eksplorasi sedang menurun. Sudirman merasa eksplorasi harus dilakukan untuk mengetahui dengan akurat cadangan yang dimiliki.

Terkait pasal 30 UU 30/2007 yang sudah diterjemahkan di Kebijakan Energi Nasional (KEN), ia menganggap perlu ada aturan khusus tata cara pemungutan dan pemanfaatan, termasuk prioritas. Maka itu, Sudirman mengaku akan melakukan konsultasi dengan Komisi VII DPR RI dalam persidangan Januari 2016.

Situasi pengelolaan energi ke depan, lanjut Sudirman, sudah harus berbeda karena memang berbeda tantangan, sehingga harus ada yang dipertahankan dan dikoreksi. Rezim subsidi harus bertahap bergeser menjadi rezim netral subsidi, dan suatu saat dikenakan pungutan resmi atas bahan bakar minyak.

Beban keuangan negara harus diprioritaskan ke balanja yang lebih produktif seperti infrastruktur kesehatan dan pendidikan. Kilang pengelolaan yang ada, menurut Sudirman, tua dan hanya mampu memenuhi separuh kebutuhan dan mengharuskan impor, termasuk bbm dan minyak mentah.

"Kalau mekanisme pemungutan dan pengelolaan, jika memang harus masuk dalam APBN ya mudah saja. Nanti melalui mekanisme APBNP kita akan usulkan kepada DPR RI," ujar Sudirman.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement