Sabtu 01 Feb 2025 21:09 WIB

Tak Dihadiri Menteri BUMN dan Menkeu, RUU BUMN Bahas Syarat Jadi Perusahaan Pelat Merah

RUU BUMN akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk pengambilan keputusan.

Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini saat memimpin Rapat Kerja Tingkat I Komisi VI DPR RI dengan pemerintah di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Sabtu (1/2/2025).
Foto: dok Republika
Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini saat memimpin Rapat Kerja Tingkat I Komisi VI DPR RI dengan pemerintah di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Sabtu (1/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR RI resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, Rapat Kerja Tingkat I Komisi VI DPR RI ini tidak dihadiri oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini, mengatakan salah satu poin utama dalam RUU BUMN adalah pengaturan privatisasi perusahaan negara. Dalam draf yang telah disepakati, terdapat mekanisme baru yang lebih ketat untuk menentukan BUMN mana yang dapat diprivatisasi dan bagaimana prosesnya harus tetap menjamin kepentingan nasional.

Baca Juga

Di sisi lain, BUMN didorong untuk lebih mandiri dan efisien. Namun, Anggia mengingatkan bahwa jika privatisasi tidak dikendalikan dengan baik, dapat mengurangi peran strategis negara dalam perekonomian. Oleh karena itu, RUU BUMN diharapkan dapat mengatur dan menekan potensi tersebut.

"Kita perlu keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik. BUMN harus kompetitif, tetapi tetap memiliki misi untuk kesejahteraan rakyat," katanya dalam rapat kerja di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Sabtu (1/2/2025).

Selain privatisasi, perubahan strategis lainnya dalam revisi UU BUMN mencakup penguatan tata kelola perusahaan melalui business judgment rule, yang memberikan perlindungan hukum bagi direksi dalam pengambilan keputusan bisnis berbasis tata kelola yang baik. RUU ini juga mengatur penguatan Satuan Pengawasan Internal dan Komite Audit agar lebih efektif dalam mengawal kinerja perusahaan.

Selain itu, terdapat kebijakan afirmatif yang mendorong keterlibatan penyandang disabilitas dan perempuan dalam posisi strategis di BUMN.

Dengan disepakatinya RUU BUMN, regulasi ini selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk pengambilan keputusan dalam Pembicaraan Tingkat II. Jika disahkan, perubahan ini akan menjadi landasan hukum baru bagi pengelolaan BUMN ke depan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement