Dinamika politik sepanjang 2015 tak akan gurih dikunyah pengamat dan publik tanpa kisruh Partai Golkar. Pilkada 2015 nyatanya tak menjadi muara perseteruan antara dua kubu Aburizal dan Agung Laksono. Konsep islah sementara demi Pilkada, nyatanya tak manjur untuk Golkar adil membagi bangku kekuasaan.
Setahun sudah perseteruan dua kubu terjadi. Persisnya, terbelahnya pohon beringin tua terjadi pascagelaran rapat pleno penentuan waktu Munas IX, 24-25 November 2014.
Semakin hari hubungan kedua kubu memburuk. Drama Golkar terbagi dua menjadi episode paling panjang kisah politik di tahun 2015. Partai yang berdiri sejak 1964 itu dinilai berada di ujung kehancuran. Mulai perebutan ruangan fraksi DPR, hingga kader Golkar di DPR, Setya Novanto yang di pengujung tahun terseret kasus pencatutan nama Kepala Negara dalam upaya perpanjangan kontrak Freeport.
Hanya Tuhan dan dua kubu yang tahu kapan akhir dari perseteruan di tubuh Golkar. Memasuki masa reses di akhir tahun ini, Golkar membentuk Tim Tujuh, yang konon disebut-sebut sebagai tim yang akan melakukan perundingan untuk kembali menyatukan pihak bertikai. Semoga saja, tentu publik berharap, tim tujuh tak hanya lahirkan rekomendasi mandul. Sebab pada awal 2015 pun, juru runding yang dibentuk kedua kubu, nihil hasil.
Di sisi lain, partai penguasa, PDI Perjuangan berada di jalur politik bebas hambatan. Megawati Soekarnoputri secara aklamasi kembali terpilih menjadi ketua umum lewat Kongres PDIP pada April 2015. Pramono Anung, salah satu kader loyalis partai Banteng Moncong Putih, mendapat kursi empuk di Sekretaris Kabinet pada reshuffle Kabinet Kerja Jilid 1.
Publik memberi perhatian ke Koalisi Merah Putih saat PAN yang menyatakan diri bergabung ke pemerintahan. Bisa jadi ini menjadi kado manis bagi Koalisi Indonesia Hebat pada pertengahan tahun. Hingga di ujung pergantian kalender ini, satu partai oposisi lainnya, Partai Keadilan Sejahtera, dinilai mulai bergenit-genit politik ke koalisi penguasa. PKS menggelar pertemuan tertutup dengan Jokowi di Istana Negara pada 21 Desember 2015.
Tahun 2015 juga menjadi panggung publik, dalam hal ini kekuatan media sosial sebagai kontrol laku dan gerak-gerik politisi. Kasus 'Papa Minta Saham' yang melibatkan Setya Novanto, hingga swafoto Fadli Zon dengan Donald Trump, menjadi panggung publik merisak--menghukum secara moral, ketidaketis dan ketidakpatutan kedua orang tersebut sebagai wakil rakyat.
Berikut sejumlah catatan Republika.co.id sepanjang 2015: