REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Wacana menggelar musyawarah nasional antara kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono untuk mengakhiri polemik harus dikembalikan ke anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
"Ada wacana, ada pikiran, ada gagasan untuk melakukan munas sebagai instrumen untuk melakukan rekonsiliasi dan lain sebagainya, itu harus dikembalikan kepada AD/ART partai," kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, Kamis (7/1).
Menurut dia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mencabut Surat Keputusan tentang pendaftaran kepengurusan hasil Munas Ancol dalam hal ini Agung Laksono.
Dengan demikian, lanjutnya, maka kepengurusan Munas Ancol secara organisasi dan hukum serta secara politik sudah dinyatakan tidak berlaku.
"Dengan pencabutan itu, maka sekarang SK yang terdaftar di Kemenhumham adalah DPP Golkar hasil Munas Riau tahun 2009," ujarnya.
Lebih jauh Idrus menjelaskan, hasil Munas Riau kemudian melakukan Munas Partai Golkar ke-9 pada 30 November sampai 4 Desember 2014 di Bali yang menetapkan kembali Abu Rizal Bakrie sebagai Ketua Umum, Idrus Marham Sekjen, dan Akbar Tanjung sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.
Namun, pada saat bersamaan, kata dia, ada juga kelompok elite Partai Golkar menamakan diri Tim Penyelamat Partai Golkar (TPPG) juga melakukan Munas di Ancol, Jakarta 6-8 Desember 2014.
"Karena ini bermasalah akhirnya di bawa ke ranah hukum diselesaikan oleh Pengadilan Jakarta Utara dengan mengadili perbuatan melawan hukum terkait dengan keabsahaan penyelenggaraan Munas Ancol, dan memutuskan Munas Bali yang sah waktu itu," kata Idrus.