REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana membatah rumor bakal adanya posisi menteri utama. Begitu juga kabar berantai yang menyebut banyak menteri akan digeser. Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana menegaskan, Undang-Undang Kementerian tak menyebut adanya jabatan menteri utama.
"Di Undang-Undang Kementerian tidak ada istilah menteri utama. Jadi presiden harus menjalankan Undang-Undang," katanya pada wartawan di gedung Sekretariat Negara, Kamis (7/1).
Beredar pesan berantai di masyarakat yang menyebut nama sejumlah menteri yang akan dicopot dan digeser. Menanggapi hal itu, Ari menegaskan persoalan reshuffle mutlak berada di tangan Presiden.
Indonesia Tawarkan Diri Jadi Mediator Konflik Iran-Saudi
"Yang sepenuhnya tahu bagaimana menteri-menteri dan kemudian seperti apa itu adalah Presiden," tegasnya.
Banyaknya rumor soal perombakan kabinet itu membuat Jokowi harus mengingatkan menteri-menterinya agar tak terpengaruh. Presiden meminta menteri tetap fokus bekerja sesuai tugasnya masing-masing.
"Para menteri tidak harus terganggu oleh isu atau wacana reshuffle," ucap Ari.
Namun, di sisi lain ia membenarkan bahwa evaluasi terhadap kinerja Kabinet tengah dan terus dilakukan Presiden. Ada tolak ukur kinerja yang harus dipenuhi semua menteri. Ari menyebut, sejak membentuk Kabinet Kerja, Presiden dan menteri-menterinya memiliki semacam pakta integritas dan kesepakatan kerja tentang apa yang harus dilakukan menteri. Hal itu lah yang menjadi dasar bagi Jokowi untuk melakukan evaluasi.
Kendati begitu, menurutnya, evaluasi tak harus selalu berujung pada perombakan kabinet. Hasil dari evaluasi bisa saja berupa perintah dari Presiden pada menteri untuk melakukan perbaikan. "Evaluasi itu adalah persoalan bagaimana membuat kinerja pemerintahan semakin meningkat," katanya.
Baca juga, Nasir: Amnesti tak Bisa Diberikan Sembarangan