Jumat 08 Jan 2016 06:05 WIB

Jangan Pernah Mencela Hujan

Rep: Hanan Putra/ Red: achmad syalaby
Hujan turun di Jabodetabek (ilustrasi).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Hujan turun di Jabodetabek (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Meski ditunggu-tunggu banyak orang, hujan yang datang ke bumi kerap mendapat reaksi berbeda. Satu melihat dengan kaca mata  berkah lainnya sebagai musibah. Meski demikian, sebagai umat yang bertaqwa, seorang Muslim dilarang untuk mencela turunnya hujan.

Pimpinan Perguruan Islam Ar-Risalah Padang Sumatera Barat, H Mulyadi Muslim Lc MA berpesa, tradisi umat Islam sangat bahagia dalam menyambut hujan. Hal ini mungkin disebabkan Jazirah Arab yang jarang sekali mendapatkan hujan. Dalam banyak hadis disebutkan, kedatangan hujan bersamaan dengan datangnya berkah Allah SWT.

"Jadi kita jangan mencela hujan. Entah itu hujan membuat mobil kita kotor, transportasi terhalang, banjir, dan entah kata-kata apa lagi yang mengutuk hujan. Harusnya, ketika hujan turun kita banyak berdoa karena waktu itu sangat mustajab," terangnya kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Ustadz Mulyadi mengutip hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan, "Carilah doa yang mustajab pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan." (HR Hakim). Hadis serupa juga mengatakan, "Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah." (HR Muslim).

Mulyadi juga memesankan, daerah-daerah yang belum diturunkan hujan agar memperbanyak doa dan menggelar shalat istisqa'. Jangan sekali-kali mengundang paranormal untuk menurunkan hujan. Hadis Rasulullah SAW tegas sekali melarang umat Islam untuk menggunakan jasa paranormal.

Hadis Rasulullah SAW, "Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa-apa yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad." (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement