REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai selama 2014-2015, kinerja DPR belum memuaskan. Buruknya kinerja DPR tersebut dapat dilihat dari kondisi target legislasi yang tidak tercapai setiap tahun, fungsi penganggaran yang masih cenderung transaksional di banggar, dan fungsi pengawasan yang lemah dalam hal mengawasi kinerja pemerintah.
"Fungsi (pengawasan) ini justru kerap dijadikan alat untuk memicu keributan dan kegaduhan publik bahkan transaksional," ujar sekretaris jenderal FITRA Yenny Sucipto, Jumat (8/1).
Baca juga: MUI: Ada Pembusukan Soal PKS Itu Anti-Maulid
Sebagai contoh, kata dia, tindakan mantan ketua DPR SN dalam rekaman yang diadukan Menteri Energi dan Mineral (ESDM) terkait dugaan minta saham Freeport merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang pengawasan dan merusak sistem penganggaran nasional dari sisi pendapatan negara.
Yenny mengatakan proses antiklimaks sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR merupakan cerminan buruknya penegakkan kode etik di DPR. Alhasil, parlemen masih cenderung transaksional dalam melaksanakan tugas dan fungsi, baik legislasi, anggaran ataupun pengawasan. Dikhawatirkan, kondisi ini akan terus berjalan hingga masa periode 2014-2019 berakhir jika tidak ada perubahan positif yang signifikan di DPR.
Bukti bahwa kinerja buruk DPR selalu berlanjut adalah saat ini pada anggaran APBN 2016, elite DPR berhasil mendorong proyek pembangunan komplek gedung DPR. Padahal, belum ada dokumen perencanaan resmi dari arsitek, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) ataupun belum ada Amdal dan izin dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.