REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Direktorat Jendral (Dirjen) Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Widodo menjelaskan, bukan hanya rokok dan miras yang terus diawasi oleh pihak Kementrian Perdagangan (Kemendag). Salah satu yang tengah diperketat adalah penjualan baju bekas yang diimpor dari luar negeri.
Menurut Widodo, pemerintah telah memiliki peraturan mengenai impor barang termasuk baju bekas dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam aturan itu impor barang harus dalam keadaan baru. Kemendag juga telah menerbitkan Permendag nomor 51 tahun 2015 dalam mengimpor baju bekas.
"Kita juga akan segera mempertimbangkan untuk larangan menjual baju bekas. Agar peredaran barang ini memang tidak ada di masyarakat," papar Widodo.
(Baca Juga: Rokok dan Miras Penyumbang Terbesar Barang Ilegal di Sulawesi).
Dia menerangkan, baju bekas memang memiliki banyak peminat. Dengan harga yang jauh lebih murah membuat masyarakat memilih mencari banyak baju dengan harga murah ketimbang baju baru. Padahal kebersihan baju ini tidak bisa dipastikan. Menurutnya, bisa saja mantan pemakai baju tersebut memilik penyakit kulit yang bisa menular pada masyarakat Indonesia yang membeli di toko baju bekas.
Tak hanya itu, keberadaan baju bekas ini dia mengatakan membuat perekonomian industri pakaian di Indonesia menurun. Pabrikan baju harus membayar sejumlah pajak, sementara barang bekas yang diimpor tidak membayar pajak. Hal ini jelas sangat merugikan industri pakaian.
"Saya harap masyarakat juga lebih mengerti, kaarena baju bekas yang mereka beli ikut mendorong industri pakaian semakin lemah. Ini menjadi perhatian jangka panjang," jelas Widodo.