Selasa 19 Jan 2016 04:01 WIB

Ini yang Perlu Diperhatikan Dalam Revisi UU Terorisme

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bayu Hermawan
Pengamat politik Unpad, Muradi.
Foto: Ist
Pengamat politik Unpad, Muradi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berniat mengajukan revisi terhadap Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Bahkan, pemerintah sudah melakukan pengajuan kepada DPR terkait revisi UU tersebut.

Tidak hanya itu, usulan pemerintah itu sudah masuk ke dalam draf Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas DPR dan pemerintah dalam penentukan program Legislasi Nasional Prioritas 2016. Namun, revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut harus memperhatikan beberapa hal.

Menurut Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi, revisi ataupun penyempurnaan UU tersebut setidaknya harus memperhatikan beberapa hal.

Pertama, harus ada kewenangan terhadap pihak kepolisian untuk bisa menangkap atau menahan terhadap terduga teroris atau kombatan yang berasal dari sejumlah daerah konflik, seperti di Suriah dan Afghanistan.

''Indikasinya kan bisa dilihat dari rekam jejak perjalanan orang tersebut di Kementerian Luar Negeri. Orang tersebut bisa dimintai keterangan terlebih dahulu. Jika dianggap sudah clear baru bisa dilepas,'' kata Muradi ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (18/1).

Ketegasan ini pun dapat diatur di revisi UU tersebut. Selain itu, langkah ini dianggap sebagai upaya pencegahan adanya penyebaran ideologi radikal dan kemungkinan perekrutan anggota baru. Langkah ini, ujar Muradi, sudah diterapkan di sejumlah negara-negara maju.

Selain itu ada pula aspek penegasan terkait kerja dan wewenang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Selama ini, kerja BNPT dinilai campur aduk antara pengambil kebijakan, supervisi, dan operasional. Kendati begitu, pemerintah harus menegaskan klasifikasi ancaman keamanan nasional dan pihak-pihak yang melakukan tindakan atas ancaman tersebut.

''Harus ditegaskan mana-mana yang masuk dalam kategori ancaman yang mengganggu keamanan nasional, sehingga nanti bisa ditentukan pihak mana yang melakukan penindakan. Namun, semangat dari revisi UU ini harus tetap mengedepakan upaya law enforcement, artinya leading sectornya adalah pihak kepolisian,'' jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement