Jumat 29 Jan 2016 15:15 WIB

DPR Minta Perluasan Wilayah Impor Sapi Dikaji Ulang

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Sapi impor
Foto: Edwin/Republika
Sapi impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo meminta pemerintah mengkaji ulang penetapan perluasan wilayah impor sapi. "Harus dikaji lebih matang, jangan sampai dampaknya merugikan kita," kata dia, Jumat (29/1).

Parlemen, kata dia, tidak bisa tutup mata dengan keadaan pasokan sapi lokal yang masih minim dan belum terorganisasi. Demikian juga data jumlah sapi beserta lokasi-lokasinya belum jelas berapa dan di mana. 

Impor masih niscaya tapi harus dibarengi kehati-hatian. Terbukanya gerbang impor berdasarkan basis zona melepaskan jaminan pemasukan daging dan ternak impor dari negara yang belum dinyatakan bebas Penyakit Kuku dan Mulut (PMK). 

Oleh karena itu, pengkajian penting guna memastikan Indonesia siap infrastruktur penjagaannya. Ia meliputi ktersediaan laboratorium, tenaga pemeriksa dan dokter serta rancangan antisipasi masuknya PMK ke tanah air. Pulau karantina juga harus terlebih dulu rampung dibangun. Jangan karena pertimbangan harga murah lantas daging impor masuk sembarangan.

Pencarian sumber impor dari negara di luar Australia juga jangan sampai menimbulkan kesan sinis terhadap hubungan kerja sama dengan Australia. "Kita harus ingat, bahwa jalinan kerja sama ini telah membuat Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang dianggap bebas PMK," ujarnya.

Karena kerja sama tersebut pula, Indonesia masih leluasa melakukan ekspor produk-produk sapi ke negara manapun, termasuk wilayah Eropa dan Amerika. Menurutnya, semangat pemerintah mencari sumber lain dalam memasok kebutuhan nasional memang bagus. Namun lebih baik lagi jika pemerintah merealisasikan semangat membangun sistem persapian dalam negeri. 

Ditanya soal peluang revisi UU 41/2014, ia menyebut segala payung hukum yang dibuat di DPR dengan jelas menyebut, impor dilakukan jika pasokan dalam negeri kurang. Tapi soal sapi, jumlah dan pasokannya pun masih harus dihitung ulang. "Tapi apa kita sepakat sekarang ini penuh atau tidak, belum ada datanya," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement