REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mendesak PT PLN (Persero) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera menindaklanjuti dan mengatasi krisis listrik yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Berdasarkan paparan PLN dan ESDM, menunjukkan bahwa daya dukung pembangkit listrik di NTB belum memadai, sehingga menyebabkan krisis listrik yang berkepanjangan. Disisi lain, ada permasalahan masih lambatnya Pembangunan Ketenagalistrikan Pembangkit Listrik (PL) di Provinsi NTB.
"Dari mulai mengalami kesulitan finansial (negative cashflow), permasalahan tata ruang pada lokasi pembangunan, hingga kelayakan teknis dalam projek fisik," kata Pimpinan DPD RI Farouk Muhammad seusai pertemuan dengan pihak Kementerian ESDM dan PT PLN di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menindaklanjuti surat Gubernur NTB yang ditujukan kepada Presiden RI Nomor: 050/3107/05/BAPPEDA tertanggal 18 November 2015 perihal kondisi ketenagalistrikan di Provinsi NTB, Pimpinan DPD RI telah mengadakan pertemuan dengan Pejabat Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero). Dalam pertemuan itu dihadiri juga Anggota DPD RI dari daerah pemilihan (dapil) NTB Lalu Suhaimy dan Baiq Diyah Ratu Ganefi.
Farouk mengatakan, program Mitigasi Risiko Jangka Pendek direncanakan pada sekitar bulan Mei 2016, akan dilakukan pengoperasian Marine Vessel Power Plant (MVPP) 60 MW sebagai langkah mitigasi/antisipasi mundurnya pembangkit Lombok Peaker untuk menghindari defisit di tahun 2016.
Selain itu, dalam rangka mendukung pelaksanaan puncak hari pers nasional di Provinsi NTB, maka akan dipasok diesel dengan kapasitas 2x10 MW pada tanggal 5 Februari 2016. Kemudian ditambah diesel dengan kapasitas 2x10 MW pada tanggal 9 Februari 2016.
Dalam jangka panjang, terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, telah memberikan ruang kepada Pemerintah Daerah untuk bertanggung jawab dalam penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dengan adanya Perpres tersebut diharapkan kendala RT/RW bisa segera diselesaikan oleh Pemerintah Daerah. Revisi RT/RW tidak harus 5 tahun tapi bisa setiap tahun sehingga memungkinkan Pemkot Mataram dan Pemkab Sumbawa Barat segera menyesuaikan RT/RW-nya agar proyek Ampenan dan Taliwang segera selesai.
"Berkoordinasi dengan Jaksa Negara di daerah untuk pendampingan dalam menyelesaikan masalah penyelesaian pembangunan pembangkit ketenagalistrikan, karena faktor keuangan dan eskalasi biaya yang tidak sesuai dengan target semula, seperti yang dialami proyek PT Barata Indonesia di Jeranjang 37 titik lokasi yang bermasalah di seluruh Indonesia," ujar Farouk.