REPUBLIKA.CO.ID, Tersebutlah seorang pemuda suku Quraisy bernama Fudhalah bin Umair. Dia sudah lama memendam kebencian dan niat untuk membunuh Rasulullah SAW.
Maka, tibalah suatu masa ketika Rasulullah sedang melakukan tawaf di Kabah, diam-diam Fudhalah membuntuti Rasul dengan maksud menikam beliau dari belakang.
Tiba di tempat yang agak temaram, sesaat sebelum menghujamkan belati ke punggung Rasulullah tiba-tiba Nabi menegurnya, ''Engkaukah itu wahai Fudhalah?'' ''Benar!'' jawab Fudhalah yang sangat terkejut.
Rasulullah melanjutkan bertanya, ''Apakah yang sedang engkau pikirkan?'' Dengan entengnya Fudhalah menjawab sedang berdzikir. Mendengar jawaban itu Rasulullah memalingkan wajah sembari berkata, ''Mintalah ampun kepada Allah, wahai anakku!'' sambil meletakkan tangan beliau di dada Fudhalah bin Umair.
Saking terkejutnya, Fudhalah merasa jantungnya seakan terhenti berdenyut. Sejurus kemudian barulah dia menyadari betapa tinggi budi Rasulullah. Saat itu juga Fudhalah berubah dari orang yang sangat membenci Rasulullah menjadi seorang yang begitu mencintai beliau.
''Demi Allah, sejak dia mengangkat tangannya dari dadaku, tidak ada seorangpun yang aku cintai melebihi dia.'' Kisah tersebut di atas hanyalah salah satu dari begitu banyak kisah mengenai kemurahan hati Rasulullah yang menunjukkan betapa besar jiwa beliau. Memaafkan bukanlah pekerjaan mudah, apalagi terhadap mereka yang telah melukai, melecehkan, atau menginjak harga diri.
Lebih sulit lagi bagi mereka yang berada pada posisi menguntungkan atau berkuasa untuk memberi maaf. Namun, Rasulullah SAW dikenal sebagai pribadi pemaaf.