Senin 15 Feb 2016 02:12 WIB

Busyro Muqoddas: Sistem Transparansi MA Masih Lemah

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Bayu Hermawan
Busyro Muqoddas
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Penetapan status tersangka pejabat Mahkamah Agung (MA) dalam kasus suap menjadi catatan buruk lembaga penegak hukum di negeri ini. Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas mengatakan hal tersebut juga menunjukkan sitem transparansi MA masih kelemahan.

"Kita tahu pegawai Mahkahmah Agung seharusnya tidak melakukan hal tersebut. Ini artinya sistem transparansi di Mahkamah Agung sendiri masih lemah," kata ahli hukum UII itu saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Ahad (14/2).

Ia mengatakan, dari kasus ini MA masih harus belajar pada lembaga lain. Salah satunya untuk menyeleksi calon pegawai. Selain itu, pengawasan terhadap MA pun harus terus dilakukan. Terutama oleh komisi yudisial dan masyarakat.

Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung (MA), ATS sebagai tersangka dugaan penerimaan suap untuk permintaan penundaan salinan putusan kasasi suatu perkara.

"Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, penyidik memutuskan untuk meningkatkan status ke tahap penyidikan dengan tiga tersangka yaitu ATS, ALE dan IS," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Hukum KPK Yuyuk Andriati.

Karena itu, ATS disangkakan melakukan pelanggaran berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal ini mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah. Padahal hadiah tersebut diberikan sebagai akibat telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban. Ancaman hukuman atas perbuatan tersebut maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Sementara IS dan ALE disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana paling singkat satu tahun, dan paling lama lima tahun. Ditambah denda Rp50 juta sampai Rp250 juta.

"Pemberian terkait dengan permintaan penundaan salinan putusan kasasi sebuah perkara dengan terdakwa IS," tambah Yuyuk.

Suap yang diduga diberikan oleh IS sebanyak Rp 400 juta. Selain uang, KPK juga menyita mobil Honda Mobilio warna silver dan Toyota Camry silver dari penangkapan yang terjadi di kawasan Gading Serpong Tangerang

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement