Senin 15 Feb 2016 19:25 WIB

RUU Pertembakauan Harus Perhatikan Kebutuhan Industri Rokok

Rep: Amri Amrullah / Red: Citra Listya Rini
Industri rokok rumahan (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Industri rokok rumahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang tengah dibahas di DPR saat ini dinilai oleh beberapa pihak bakal mengancam industri rokok. Pemerintah diharapkan mencari jalan keluar yang terbaik agar aturan baru tidak berimbas buruk ke industri rokok di Tanah Air. 

Adanya rencana pembatasan impor sebesar 20 persen dari total kebutuhan tembakau, penetapan bea masuk tembakau impor sebesar 60 persen dan pengenaan cukai tiga kali lipat bagi rokok yang menggunakan tembakau impor dinilai akan mematikan industri.

Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Willem Petrus Riwu, kondisi ini harus dicari jalan keluarnya. Willem menyatakan ketentuan yang ada di RUU Pertembakauan tentang pembatasan impor harus dilihat secara komprehensif. "Kita harus mempertimbangkan kebutuhan dari sisi industri," katanya di Jakarta, Senin (15/2).

Saat ini menurut Willem, banyak yang belum paham mengenai kondisi kebutuhan tembakau dalam negeri. "Faktanya, total ketersediaan tembakau dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri. Tentu kita tidak boleh menutup mata akan hal ini dan harus mencari jalan keluar," ujarnya.

Sementra itu, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran, mengungkapkan bahwa tembakau dalam negeri baru mampu memenuhi kurang dari 50 persen dari total kebutuhan industri rokok. Untuk itu, rencana DPR melalui RUU Pertembakauan yang membatasi tembakau impor dan pengenaan bea masuk tembakau impor yang sangat tinggi akan sangat menyulitkan industri.

Senada dengan Gappri, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie, meminta pemerintah untuk memperhatikan beberapa poin dalam membahas RUU Pertembakauan. 

Wacana pembatasan impor tembakau merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan. Moeftie menyebutkan produksi rokok saat ini sudah lebih dari 300 miliar batang. Jadi lebih dari 300 ribu ton tembakau per tahun yang dibutuhkan, sedangkan produksi tembakau dalam negeri masih kurang dari 200 ribu ton per tahun. 

"Jadi jika pemerintah ingin membatasi penggunaan tembakau impor, maka dibutuhkan masa transisi yang cukup lama, dan upaya yang konkret dalam meningkatkan produktivitas tembakau nasional," kata Moeftie.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement