REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) terus menjadi perbincangan, setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketua MPR Zulkifli Hasan melarang untuk mengkampanyekan gerakan tersebut. Beberapa pemuka agama juga akan membawa persoalan tersebut untuk didiskusikan dengan penasihat Presiden Jokowi.
“Kami akan menerangkan secara panjang lebar soal dampak LGBT ini di Istana,” ujar Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Nasir (UBN), dalam siaran persnya, Selasa (16/2).
Menurut dia, Indonesia harus sadar, masalah LGBT merupakan ancaman nyata untuk generasi penerus. "Ini kesetaraan yang salah. Bukan soal tuntutan hak, namun ini penyimpangan. Apalagi kini ada dana dari UNDP untuk mendukung mereka. Masyarakat yang harus bergerak melindungi diri,” kata pembina Kokoh Keluarga Indonesia (KKI) itu.
UBN mengimbau masyarakat untuk tidak sampai ikut-ikutan mendukung LGBT. Menurut dia, tidak ada yang ingin anggota keluarga menjadi pengidap kelainan itu.
Dia mengajak pengidap LBGT untuk dibantu agar bisa sembuh. Menurut dia, kelompok LGBT sengaja berkampanye lantaran mereka sadar tidak bisa bereproduksi, yang itu malah merusak tatanan sosial.
UBN memberikan gambaran saat zaman Nabi Luth, di mana kaum Sodom mayoritas menganut homoseksual. “Dalam beberapa sejarah disebutkan, pesta mereka adalah pesta kentut untuk membuktikan kualitas seksualnya,” katanya.
UBN juga mengimbau agar orang tua waspada, LGBT merupakan gerakan internasional untuk merusak generasi penerus. Menurut survei, kata dia, anak Indonesia adalah yang paling lama menonton TV, bisa lima jam setiap hari.
“Di televisilah semua bermula, lihat film Spongeboob Squarepant, yang tidak mengenal jenis kelamin, semua uniseks. Juga peran kebanci-bancian yang sukses di TV, ini masalah. Anak-anak sudah dikaburkan soal gender, sehingga wajar kalau ada yang bercita-cita jadi waria karena lihat artis waria di TV,” kata UBN.