REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK memeriksa dua orang anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Alamudin Dimyati Rois dan Drs Fathan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AKH (Abdul Khoir)," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Jumat (19/2).
Alamudin Dimyati Rois adalah anggota Komisi V DPR dari fraksi PKB asal daerah pemilihan Jawa Tengah I yang meliputi Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kota Semarang sedangkan Fathan juga anggota Komisi V dari fraksi PKB dari dapil Jawa Tengah II yang meliputi kabupaten Demak, Jepara dan Kudus.
Sebelumnya pada Selasa (9/2), rekan keduanya, Hanura Fauzih Amro dari fraksi Partai Hanura mengakui ada 22 orang anggota Komisi V yang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seram pada 6-9 Agustus 2015.
Dalam kunjungan itu mereka mendengarkan mengenai kebutuhan untuk pembangunan jalan di daerah Pulau Seram dan sekitarnya yang masuk dalam wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX Kementerian PUPR.
Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti yang juga berasal dari Jawa Tengah. Selain itu dua orang rekannya yaitu Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura sehingga totalnya mencapai 99.000 dolar Singapura dari pengusaha Abdul Khoir.
Uang tersebut berasal dari Direktur PT WTU Abdul Khoir (AKH). Total komitmen Khoir adalah sebesar 404.000 dolar Singapura sebagai fee agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. Sehingga penyidik KPK saat ini sedang melakukan pendalaman aliran sisa uang 305.000 dolar Singapura termasuk mengembangkan kemungkinan tersangka lain dalam perkara ini.