REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, membawakan dan membedah materi soal HAM dan kebebasan rakyat dalam sosialisasi Empat Pilar kepada Kesatuan Aksi Mahasiswa Islam Indonesia (KAMMI).
Menurutnya Hidayat, saat ini banyak pihak yang menafsirkan implementasi kebebasan sebagai hak asasi yang harus dihormati sudah kebablasan. Padahal, kebebasan tidak bisa diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Misalnya, lanjut Hidayat, sekarang yang sedang banyak diperbincangkan yakni fenomena LGBT.
Kaum LGBT dan simpatisannya sudah sangat terbuka menyuarakan bahwa LBGT adalah implementasi kebebasan dan hak asasi warga yang harus dilindungi.
''Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa pernikahan sejenis baik laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan harus dilegalkan dan diakui atas nama kebebasan dan hak asasi manusia,'' kata Hidayat, saat menjadi narasumber utama dalam gelar acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di aula Mesjid Saadatu Darain, Jakarta Selatan, Ahad (21/2).
Ia menyatakan, jika hal tersebut dibiarkan, dapat semakin menghancurkan tatanan demokrasi dan nilai-nilai luhur di masyarakat. Sebab, kebebasan berpendapat dan semaunya, telah membuat perkumpulan yang negatif seperti LGBT tersebut yang secara nyata menimbulkan keresahan di masyarakat luas.
"Hal tersebut sangat memprihatinkan dan sangat miris. Padahal kebebasan individu atau kelompok dibatasi dengan melihat kepada hak individu atau kelompok lain juga,'' ujarnya.
Karena itu, Kebebasan berpendapat atau berserikat harus melihat kepada agama dan nilai-nilai luhur bangsa, jadi tidak bisa sembarangan dan begitu bebasnya tanpa kontrol. Dalam UUD pasal 28 J, tutur Hidayat, memang negara menjamin kebebasan HAM sesuai dengan ayat 1.
Namun, dalam pasal 2 tegas dinyatakan bahwa pemberlakukan HAM harus tunduk kepada pembatasan yang diatur dalam UUD yakni harus menghormati nilai-nilai agama dan nilai luhur bangsa. "Intinya kita semua menghormati hak asasi manusia siapapun itu tapi tidak dalam semangat liberal," tegas Hidayat.