REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih belum memutuskan nasib Blok Masela terkait skema pembangunan fasilitas kilang gas alam cair yakni antara akan dibangun di darat (onshore) atau di laut (offshore). Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widhyawan Prawiratmadja menjelaskan, keputusan akhir ada di Presiden dan hingga saat ini pemerintah masih terus melakukan kajian mana opsi terbaik dari dua opsi yang ada.
Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa hasil kajian oleh tim independen internasional sebutkan bahwa pembangunan secara offshore lebih efisien.
"Kan itu sudah tadi pagi dibilang Pak Johan Budi (Juru Bicara Presiden Joko Widodo). Kementerian belum, (karena) diputuskan Presiden. Hasil kajian mah, offshore," kata Widhyawan, Selasa (23/2). (Baca juga: Bantah Rizal Ramli, Sekretaris Kabinet Tegaskan Belum Ada Keputusan Blok Masela)
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu menilai, pemerintah harus betul-betul melakukan kajian atas pengembangan Blok Masela. Yang terpenting, kata dia, adalah pemanfaatan maksimal bagi masyarakat setempat dan negara. Ia mengaku rencana pengembangan kilang, termasuk di Blok Masela, masuk Prolegnas sehingga parlemen sudah mendapat masukan dari berbagai pihak. Namun, ia mengaku tidak tahu menahu apabila sudah ada keputusan resmi dari pemerintahan.
"Hemat kita bukan ada kajian saja, intinya kita ingin dapat manfaat lebih besar hari ini dan jangka panjang harus ada kajian harus di pemerintah. Kajian sudah proses di Menteri ESDM, tapi saya tidak tahu sampai mana," ujar Irawan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli sudah woro-woro, mengatasnamakan pemerintah bahwa Indonesia akan mengembangkan lapangan abadi blok Masela dengan skenario pembangunan kilang LNG di darat.
“Keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak. Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” ujar Rizal Ramli, dalam siaran persnya kemarin.
Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembagunan kilang darat (onshore) sekitar 16 miliar dolar AS. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), biayanya mencapai 22 miliar dolar AS. Dengan demikian, kata Rizal, kilang di darat 6 miliar dolar AS lebih murah dibandingkan dengan kilang di laut.
Rizal menilai angka ini sangat berbeda dengan perkiraan biaya dari Inpex dan Shell. Mereka menyatakan, pembangunan kilang offshore hanya 14,8 miliar dolar AS. Sedangkan pembangunan kilang di darat, mencapai 19,3 miliar dolar AS.