REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Meski kasus demam berdarah (DBD) menurun, masyarakat Sleman diimbau untuk tetap mewaspadai penyakit tersebut. Sebab, hingga saat ini musim hujan masih terus berlangsung. Sehingga potensi kejadian DBD masih ada.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Mafilindati Nuraini menyampaikan, hingga hari ini total kasus DBD tahun 2016 mencapai 148 kejadian.
"Angka ini terdiri dari Januari sebanyak 109 kasus. Sementara Februari ada 39 kasus," tutur perempuan yang akrab disapa Linda itu pada Republika, Rabu (2/3).
Ia menjelaskan, awalnya jumlah kematian terduga DBD sebanyak empat kasus. Namun setelah dipastikan diagnosanya, tiga orang meninggal tersebut diakibatkan oleh komplikasi Dengue Shock Syndrome (DSS).
Menurut Linda, selain musim hujan yang masih berlangsung, kewaspadaan masyarakat terhadap DBD tetap harus dilakukan, karena angka bebas jentik (ABJ) di Sleman masih rendah. Bahkan dari 17, sebanyak 12 kecamatan di Sleman masih belum memenuhi standar ABJ.
Adapun 12 kecamatan yang dimaksud di antaranya Gamping, Godean, Depok, Kalasan, Mlati, dan Ngaglik. Linda mengemukakan, kecamatan yang memiliki ABJ rendah itu merupakan daerah endemis. "Semua kecamatan itu ABJ-nya belum mencapai 95 persen," katanya.
Guna menekan angka persebaran jentik, Dinkes Sleman pun menggalakan Gerakan Jumat Bersih bersama Tim Pokjanal DBD. Menurut Linda agenda ini dimulai sejak jumat 8 Januari sampai April mendatang.
Linda menjelaskan, peningkatan capaian ABJ membutuhkan kepedulian seluruh masyarakat. Terutama untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3MP+ rutin minimal seminggu sekali. Karena perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa hanya membutuhkan waktu lima sampai tujuh hari.
"Kami juga selalu memberikan pembinaan untuk pemberdayaan masyarakat. Antara lain melalui pokjanal DBD di tiap kecamatan," tuturnya. Linda sangat berharap, agar seluruh lapisan masyarakat dapat dilibatkan dalam pemberantasan sarang nyamuk. Termasuk anak-anak sekolah, baik SD, SMP, hingga SMA.