REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedutaan Besar Republik Sudan di Jakarta menanggapi komentar dari Kedutaan Besar Amerika Serikat yang menyesalkan kehadiran Presiden Sudan Omar Hassan Ahmad al-Bashir dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT-LB) OKI tentang Palestina dan Al Quds Al Sharif.
"Kedutaan Besar Republik Sudan di Jakarta ingin menyampaikan keprihatinan besar atas pernyataan yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta tentang partisipasi Presiden Omar Hassan Ahmad al-Bashir di KTT Luar Biasa kelima OKI yang diselenggarakan Pemerintah Republik Indonesia," demikian pernyataan dari Kedubes Sudan di Jakarta, Selasa (8/3).
Kedubes Sudan menyampaikan beberapa hal dalam pernyataannya untuk menanggapi beberapa pemberitaan dan perhatian dari negara sahabat, salah satunya Kedutaan Besar Amerika Serikat. Kedutaan Besar Republik Sudan di Jakarta mengingatkan Kedubes AS Presiden Omar Hassan Ahmad al-Bashir datang ke Indonesia dan hadir dalam KTT LB OKI atas permintaan dari pemerintah Indonesia dan Sekjen OKI.
Kehadiran Presiden al-Bashir dalam KTT LB OKI adalah untuk menjalankan amanat dari Sekjen OKI bagi lebih 50 negara anggota OKI. Kedubes Sudan menilai negatif pernyataan dari Kedubes AS itu karena dilakukan tanpa memikirkan pernyataan seperti itu adalah tanda tak hormat untuk semua negara anggota OKI, termasuk Indonesia.
"Presiden Omar Hassan Ahmad al-Bashir, seperti para pemimpin negara OKI lainnya, hadir di Jakarta untuk menunjukkan dukungan bagi rakyat Palestina yang tidak bersalah yang dibunuh dengan darah dingin oleh negara Zionis di bawah dukungan dan perlindungan Amerika Serikat," menurut pernyataan Kedubes Sudan itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan Indonesia mengundang Presiden Sudan karena Sudan adalah anggota sah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). "Pertama, undangan itu dari Sekjen OKI dan kedua, dari Presiden kita (Joko Widodo) kepada kepala negara-negara anggota OKI karena ini KTT," kata Nasir di Jakarta Convention Center, Senin (7/3).
Presiden Bashir ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Kejahatan Internasional (ICC) sebagai pelaku pembunuhan massal atau genosida dan kekejaman lainnya dalam usahanya menumpas revolusi di wilayah barat Darfur.
sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement