REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) M Tito Karnavian menolak pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang selama ini menangani kasus terorisme di Indonesia.
"Kalau densus dibubarkan, ya kelompok-kelompok radikal ini nanti tambah bebas. Sekarang saja ditekan masih bebas," kata Tito kepada wartawan usai dilantik sebagai Kepala BNPT oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/3).
Ia mengatakan Densus 88 Antiteror Polri telah memiliki data lengkap tentang jaringan terorisme di Indonesia yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengatakan Densus 88 Antiteror Polri telah mengikuti jaringan terorisme sejak 2000 sehingga hanya Densus yang paling tahu tentang karakter jaringtan terorisme.
"Kalau dibubarkan, siapa yang kerjakan dan mau 'start' dari nol lagi. Ini akan berat," katanya.
Kendati Densus memiliki datang lengkap, BNPT tidak hanya bergantung kepada polisi khusus antiteror itu karena BNPT juga memiliki Satgas Bom yang menangani kasus teror juga. Bahkan, Tito juga akan bekerja sama dengan kekuatan antiteror lain dari unsur TNI sehingga timbul kerja sama antarlembaga dalam menanggulangi teror.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mempertanyakan "standard operational procedur" (SOP) atau prosedur standar operasnonal saat penangkapan Densus 88 Antiteror dalam penanganan terorisme, terkait tewasnya Siyono yang ditangkap oleh Densus 88, Rabu (9/3).
"Kasus tewasnya Siyono mengingatkan saya pada kejadian penyiksaan yang dialami lima orang korban salah tangkap di Poso pada 2013 lalu," kata Nasir Djamil.