Rabu 16 Mar 2016 16:19 WIB

Kementerian Harus Pahami UU Terkait Transportasi Daring

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Indira Rezkisari
 Peluncuran GrabCar Lamborghini di Jakarta, Rabu (21/10).  (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Peluncuran GrabCar Lamborghini di Jakarta, Rabu (21/10). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (kemenkominfo) serta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak satu suara dalam penegakan hukum yang ada dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ihwal Grab dan Uber.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno berujar, dalam permasalahan ini, Menkominfo Ignasius Jonan berbicara soal UU Nomor 22/2009 tentang LLAJ. Sementara Menkominfo Rudiantara mendasarkan pada UU ITE.

"Tapi harus dilihat, namanya aplikasi hanya sarananya saja, objeknya transportasi. Artinya, menkominfo (seharusnya) mau memahami UU Lalin," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/3).

Sebab, ia menjelaskan, kalau kedua kementerian tersebut tidak bisa memahami, maka kisruh tidak akan berujung. Kemudian, presiden bisa ambil alih pro kontra Uber dan Grab, dengan catatan akan menyelesaikan sesuai UU yang ada.

"Persoalan nanti direvisi silahkan, usulkan, segera direvisi. Kalau disetujui, lakukan. Itu lebih elegan ketimbang seperti ini, nanti yang susah presiden sendiri," ujar Djoko.

Jika sudah ada dasar UU-nya, ia melanjutkan, maka ada jaminan hukumnya. Sehingga pengertian aplikasi angkutan daring (online) tidak akan sembarangan diartikan.

Ia mencontohkan, apakah boleh jika ada aplikasi untuk PSK? Menurutnya, boleh. Yang dilarang adalah, menyediakan PSK-nya.

Djoko menilai, pemerintah sebaiknya menyediakan 'win-win solution' antara pemerintah dan pelaku bisnis angkutan daring. Contohnya, pengusaha konvensional diberi waktu untuk membuat aplikasi. Sementara perusahaan daring diminta mengikuti UU Transportasi.

Ia berujar, ketika suatu mobil dijadikan angkutan, ada dua pengertian. Pertama, jika mobil menjadi angkutan pribadi, maka tidak boleh ditarik biaya. Ketika mobil pribadi ditarik tarif, maka dia menjadi angkutan umum. Sehingga, ia harus mengikuti ketentuan LLAJ seperti, harus bayar pajak, harus KIR, supirnya juga melalui sejumlah tes.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement