REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Cina melakukan intervensi saat kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), KP Hiu 1, tengah melakukan penegakan hukum terhadap kapal berbendera Cina, KM Kway Fey 10078 pada Ahad (20/3), kemarin. Kapal tersebut diduga tengah melakukan pencurian ikan di sekitar wilayah perairan Natuna.
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai, masalah tersebut sudah bukan lagi soal pencurian ikan belaka. Namun ada aspek persoalan politik kawasan, terutama jika mengingat Cina sempat memasukan wilayah perairan Natuna dan Laut Cina Selatan dalam proyeksi menghidupkan kembali Jalur Sutera di Abad 21.
Untuk itu, Fahri berharap Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung dalam penanganan masalah tersebut. ''Jadi pemerintah jangan anggap remeh ini dan menyerahkan kepada ibu Susi (Menteri KKP). Ini ada persoalan politik regional di dalamnya, ada persoalan militer di dalamnya. Karena itu, pak Jokowi yang pimpin sendiri,'' kata Fahri saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/3).
Fahri menjelaskan, intervensi pihak otoritas Cina itu dapat menjadi sinyal dari Cina dalam upaya mereka mengincar wilayah Natuna sebagai bagian dari proyek Poros Maritim mereka. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu khawatir nantinya ada konspirasi besar yang membuat Natuna lepas dari Indonesia, maka Indonesia akan kehilangan salah satu reserve resources yang paling penting.
Lebih lanjut, Fahri menjelaskan, Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penonton terkait sengketa wilayah di Laut Cina Selatan dan perubahan konstelasi politik di kawasan. Belum lagi, ujar Fahri, saat ini Amerika Serikat tengah berupaya untuk masuk dan menanamkan pengaruhnya di sekitar kawasan Pasifik.
''Kemudian Cina mulai ambil kendali di Laut Cina Selatan. Nah, kita ini mau kemana, jangan cuma nonton. Harus ada pernyataan sikap yang jelas,'' kata Fahri.