REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar transportasi dari Masyarakat Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengungkapkan, tingginya biaya angkutan umum taksi, salah satunya disebabkan banyaknya pungli oleh kepala daerah.
"High cost di angkutan umum juga akibat banyak pungli perizinan di daerah," kata dia kepada Republika, Rabu (23/3).
Dikatakannya, sekira tujuh tahun lalu, untuk keluar izin satu unit taksi di daerah, terdapat oknum kepala daerah yang meminta kompensasi Rp 10 juta. Bayangkan jika ada 300 unit kendaraan yang minta izin. Sedikitnya mereka bisa meraup keuntungan hingga Rp 3 miliar.
Uang tersebut, ia menuturkan, belum termasuk pungli lain untuk bawahannya saat surat izin tersebut akan dikeluarkan. Bahkan, Djoko melanjutkan, ada pula oknum kepala daerah yang meminta satu mobil MPV pada pengusaha taksi yang mau operasikan 20 unit taksi dengan armada MPV.
"Sungguh keterlaluan oknum kepala daerah sekarang! Akibat pilkada berbiaya tinggi, pungli dan korupsi adalah hal biasa," tutur Djoko.
Ujungnya, semua biaya tersebut akhirnya dibebankan pada masyarakat dengan tarif yang dianggap tidak bisa murah. Hal inilah yang membedakan taksi konvensional dengan angkutan umum beraplikasi, yang tidak melakukan itu.
Jadi, wajar apabila tarif angkutan daring lebih murah sebab, lanjut Djoko, angkutan daring tersebut tidak bayar pajak, KIR kendaraan, asuransi penumpang, investasi pool kendaraan, dan sebagainya.