Selasa 29 Mar 2016 21:37 WIB

Ahok: Hapus 3 in 1 Terapkan ERP

Rep: c18/ Red: Karta Raharja Ucu
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok).
Foto: Antara/Reno Esnir
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menghapus peraturan terkait sistem 3 in 1 di sejumlah jalan protokoler di Ibu Kota. Pemprov menilai sistem ini sudah tidak efektif.

"Kita kan harus koordinasi dengan polda. Kalau saya sih mau langsung hapus saja," kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Balaikota Jakarta, Selasa (29/3).

Pemprov DKI, kata Ahok, berencana mengganti sistem 3 in 1 dengan Electrinic Pricing Road (ERP). Sayangnya, Ahok belum bisa menjelaskan detail soal pemberlakuan kebijakan ERP tersebut. Alasannya kebijakan itu terganjal regulasi yang masih belum diputuskan.

Meski demikian, ERP diklaim Ahok mampu mengurangi kepadatan kendaraan, terlebih Pemprov DKI juga akan mendapat keuntungan dari pajak yang dibayarkan pengendara. Mantan anggota DPR ini mengatakan, Pemprov DKI nantinya memiliki kebijakan penuh mengendalikan nominal ERP tersebut.

"Ini kan cuma alat untuk mengendalikan jumlah mobil, jadi gak ada ditetapkan tarifnya berapa, tarif bisa saya naik-turunkan," kata Ahok.

Ahok mengatakan, harga ERP akan mengikuti jumlah kendaraan yang melintas. Dia menjelaskan, selama jumlah mobil banyak, harga ERP tentu akan dinaikkan. Sebaliknya, saat jumlah mobil dikit harga ERP sudah pasti diturunkan.

"Ini bukan tol yang minta menterinya tentukan harga atau tarif yang harus pakai perda. Ini kan fungsinya untuk mengendalikan jumlah kendaraan," tambah Ahok.

Keenganan Ahok memberikan payung hukum terkait ERP lantaran takut digugat masyarakat. Dia mengatakan, harga ERP berdasarkan penetapan perda akan menimbulkan permasalahan kalau-kalau ada perubahan jumlah kendaraan yang melintas.

"Kalau netapkan kemurahan mau naikkan gak boleh, nanti digugat. Mau turunin gak boleh. Kalau saya netapkan tinggi, sepi saya turunin saya bisa dianggap kurang pungut. Salah lagi," katanya.

ERP merupakan kebijakan yang sudah ramai dibicarakan sejak 2014. Kini, kebijakan ERP kembali dibahas menyusul ditemukannya joki 3 in 1 yang menjadi korban eksploitasi oknum tertentu.

"Gara-gara ERP terlambat, lalu ini joki dibiarkan terus. Nah itu yang lagi saya timbang. Ini kan nyawa orang, anak-anak, bayi. Lebih baik saya potong," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement