Rabu 30 Mar 2016 18:35 WIB

Perusahaan Startup tidak akan Dikenai Pajak Penghasilan

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Dwi Murdaningsih
Startup. Ilustrasi
Foto: expertbeacon.com
Startup. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --‎ Keinginan pemerintah untuk menumbuhkan perusahaan rintisan (startup) niaga elektronik (e-commerce) terus digalakkan. Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan,‎ pemerintah berencana untuk memberikan insentif berupa penghapusan pajak bagi niaga elektronik.

Rencananya, perusahaan rintisan ini tidak akan dikenai pajak penghasilan karena belum menghasilkan keuntungan. "Kami usulkan ada tax holiday (libur pajak)," kata Lukita, Rabu (30/3).

Dia menjelaskan, untuk perusahaan niaga elektronik yang sudah berjalan dengan mulus dan memiliki pendapatan di bawah Rp 4,8 miliar atau masuk kategori usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), akan dikenai PPh 1 persen dari tarif normal 10 persen.

Ketua Tim Pengembangan E-Commerce ini juga mengatakan, peraturan perinci‎ mengenai pengenaan pajak, termasuk untuk venture capital, akan dibahas dalam proses penyelesaian satu tahun ke depan. Namun, untuk insiatif tersebut, rencananya akan diajukan kepada presiden pekan ini.

"Rencananya, perpres (peraturan presiden) akan dikirimkan ke Presiden. Kami sudah minta, Kementerian Keuangan sudah oke mau dibahas," kata Lukita.

Ditemui terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan, pengenaan PPh ‎bisa dilakukan langsung kepada pemain niaga elektronik. Dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPn), tidak akan menghitung pajak masukan dan pajak keluaran. Dia mencontohkan pengenaan PPh final 0,1 persen untuk broker capital market.

Selain untuk niaga elektronik, kemudahan perpajakan juga akan diberikan kepada venture capital. Namun, detail skema masih akan dibicarakan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan.

Selain persoalan pajak, lanjut Rudiantara, terdapat sejumlah aspek lain dalam pengembangan niaga elektronik dalam peta jalan yang telah ditetapkan. Salah satunya terkait dengan isu logistik yang menyebabkan ekonomi berbiaya mahal di Indonesia. Salah satu cara menurunkannya dengan mereposisi PT Pos Indonesia menjadi bagian dari ekosistem niaga elektronik. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menindaklanjuti reposisi ini.

"Sekarang kalau pemain e-commerce besar, seperti Lazada, membuat divisi logistik, nanti mereka tidak punya skala ekonomi, sedangkan PT Pos kan punya 3.000 kantor," kata Rudiantara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement