REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah mengetahui posisi dan kondisi 10 anak buah kapal (ABK) WNI yang menjadi sandera kelompok militan Abu Sayyaf di perairan Filipina.
"Informasi mengenai pergerakan posisi dan kondisi para sandera dari waktu ke waktu telah kita peroleh," kata Retno dalam pernyataan pers di Ruang Palapa Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Kamis (31/3).
Namun, Menlu Retno tidak menjelaskan lebih lanjut terkait posisi dan kondisi para WNI yang menjadi sandera. Dalam kesempatan tersebut, Menlu Retno juga menyampaikan dirinya terus berkomunikasi dengan Menlu Filipina secara intensif dalam upaya penyelamatan 10 ABK WNI tersebut.
"Komunikasi terakhir yang saya lakukan hari ini pukul 08.13 WIB," kata dia.
Menlu Retno sebagai koordinator kementerian dan lembaga terkait yang ditunjuk Presiden RI untuk menyelamatkan 10 sandera WNI tersebut juga menegaskan semua koleganya terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan rekan imbangan mereka di Filipina.
"Secara paralel, tentu saja kolega saya juga melakukan komunikasi dengan para counterpart-nya," katanya.
Retno juga menggarisbawahi pentingnya dukungan Pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan WNI tersebut. "Indonesia menghargai kerja sama dan dukungan yang diberikan Pemerintah Filipina sejauh ini," katanya.
Kemenlu menerima informasi pada Senin (28/3) mengenai pembajakan Kapal Tunda Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia. Pembajakan terjadi dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan.
Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak. Pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret 2016 saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf. Saat ini, Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan sudah di tangan otoritas Filipina, sementara Kapal Anand 12 dan 10 awak kapal WNI masih berada di tangan pembajak.