REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi senior Partai Golkar, Indra Bambang Sutoyo mengakui persoalan yang terjadi pada partai politik di Indonesia karena pengelolaannya yang masih konvensional. Kebanyakan parpol juga lebih mengedepankan figur kharismatik daripada sistem kepartaian.
"Di Indonesia, parpol itu masih bertumpu pada figur karismatik. Padahal parpol modern itu enggak bertumpu pada itu. Tapi kenyataannya, parpol di Indonesia begitu semua," kata Indra dalam diskusi di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri, Kramat Raya, Jakarta, Selasa (5/4).
Partai Golkar pun masih menggunakan metode yang sama. Bahkan dalam beberapa keputusan masih menggunakan cara-cara lama, mulai dari pengambilan keputusan, rekrutmen, hingga kaderisasi. Hal ini juga yang menurutnya menjadi salah satu faktor berselisih pahamnya antar internal partai, bahkan sampai berujung perpecahan.
"Makanya yang dibilang ciri-ciri parpol modern itu, mereka ini lupa semua dan belum menerapkan itu, itu yang sebabkan, Golkar jadi pecah, ini pun bisa terjadi di partai lain kalau tetap begini," kata calon ketua umum partai Golkar tersebut.
Selain itu, Indra mengakui masih adanya praktik mahar politik yang diterapkan parpol pada saat hendak mendukung calon kepala daerah. Menurutnya, praktik itu belum bisa dihilangkan dalam parpol karena parpol pun tak memiliki dana yang memadai.
"Ini yang terjadi di semua partai saya kira. Semua partai minta mahar. Yang seperti ini, apakah terus begini? Ini enggak sehat. Akibatnya parpol saat ini, di mata masyarakat buruk saja, enggak ada yang bagus," ujarnya.
Alhasil alasan itu makin membuat kepercayaan publik kepada parpol itu sendiri yang semakin berkurang.
"Padahal penyebabnya ini tidak ada dana parpol," katanya.
(Baca juga: Proses Rekrutmen Kader Parpol Masih Sembarangan)