REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Perlindungan Nelayan yang baru disahkan 15 Maret 2016 lalu saat ini sedang memasuki proses penomoran. Direktur Kenelayanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syafril Fauzi mengatakan sosialisasi dan pelaksanaan UU menunggu penomeran tersebut selesai.
"Kalau sudah turun, kita siap sosialisasi, kita juga siapkan peraturan pendukungnya dan awal Juli 2016 kita launching," kata dia, Ahad (10/4).
Sejumlah urusan teknis pelaksanaan juga sedang dibahas salah satunya memanggil BUMN Asuransi Jasindo sebagai pelaksana. Jumlah premi yang akan dibayarkan ke nelayan pun masih dalam proses penghitungan.
Pada dasarnya, lanjut dia, asuransi akan bisa didapatkan semua WNI yang berprofesi sebagai nelayan. Namun untuk pembayaran premi bagi nelayan kecil digratiskan. Kategori nelayan kecil yakni nelayan dengan kapal di bawah 10 Gross Ton (GT).
Pendataan nelayan bekerja sama dengan dinas perikanan dan kelautan di daerah. Pemerintah menganggarkan dana Rp 250 miliar untuk pilot project asuransi nelayan kecil sebelum pemberlakuan asuransi nelayan secara nasional.
KKP juga telah merancang mekanisme menjaga keanggotaan asuransi dan penyalurannya tepat sasaran. Di antaranya memanfaatkan keberadaan kartu nelayan yang saat ini sudah dimiliki 745 ribu nelayan. "Meski begitu tetap kita akan lakukan validasi bekerja sama dengan mitra asosiasi nelayan," tuturnya.
Nelayan yang mengantongi kartu tersebut masih terkonsentrasi di Jawa yakni sekitar 30-40 persen. Sisanya tersebar di pulau-pulau lain. Makanya ia menargetkan perolehan Kartu Nelayan dapat tersebar lebih banyak lagi untuk nelayan di Indonesia Timur dan kawasan pulau-pulau kecil terluar. Asuransi nelayan juga dicita-citakan menjadi dasar penyusunan database kondisi nelayan nasional.