REPUBLIKA.CO.ID, Atas nama percepatan pembangunan, korporasi direstui menggilas situs-situs warisan budaya, menggusur kampung demi kampung, dan menjepit tempat pendidikan rakyat kecil. Dikelilingi ratusan hunian mewah, SD N Lambangjaya 02 di Jalan Rawa Cibereum, Kampung Pekopen, Kelurahan Lambangjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi tampak terisolir.
Sekelompok anak kecil berseragam merah putih berhamburan dari arah sekolah. Ada yang berjalan kaki, ada yang bersepeda, ada pula satu dua yang dijemput ayah bundanya dengan sepeda motor. Waktu menunjukkan pukul 11.00 siang. Yang bersepeda dan yang berjalan kaki saling bersisian dengan hati-hati. Jalan seluas 5-8 meter menjadi satu-satunya akses jalan yang masih tersisa untuk sampai ke sekolah mereka.
Detak SD N Lambangjaya 02 tinggal menunggu waktu. Menanti suatu hari, ketika pengembang Perumahan Grand Wisata, Tambun Selatan, melayangkan surat untuk merelokasi mereka ke tempat yang lebih layak. Tembok setinggi 1,5 meter telah dibangun di keempat sisi.
Tinggal tersisa jalan selebar 5 meter bagi para siswa. Awal 2016 silam, panel-panel biru berlubang setinggi 3 meter kembali dipasang tegak di ketiga sisi. Keberadaan panel makin mengungkung sekolah dasar yang telah berusia lebih dari tiga dekade itu.
"Jalan yang dilalui siswa itu juga sudah bukan jalan milik sekolah, tapi jalan milik perumahan," tambah guru kelas V, SD N Lambangjaya 02, Benin Sugiarto, kepada Republika.co.id, Senin (18/4).
Sekolah tidak dapat berbuat apa-apa bila pihak pengembang 'nakal' memutus satu-satunya akses jalan mereka. Sama halnya ketika para penghuni sekolah mendapati sekolah mereka telah terkungkung panel, mereka hanya bisa berdiam terpaku. Tidak ada pembicaraan apapun.