REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Untuk kesekiankalinya, Kapolda Lampung Brigjen Pol Ike Edwin, berkantor di bawah tenda lapangan Terminal Induk Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Kamis (21/4). Kehadiran kapolda di terminal, menambah antusias warga yang “bemasalah” melaporkan langsung kepada kapolda secara tatap muka.
Terminal Rajabasa, menjadi ramai setelah kedatangan Kapolda dan rombongan. Sejumlah ‘penghuni’ terminal berdatangan ke tenda tersebut. Tak pelak, warga yang ingin mengadukan ‘masalah’ hukumnya juga sudah menunggu sejak lama.
Menurut Rusdan, warga kota Bandar Lampung, kapolda berkantor di luar kantor resmi jelas jarang terjadi. Biasanya, ujar dia, kapolda atau pejabat tinggi tidak mau berlama-lama berkantor di luar, selain terganggu juga tidak tahan dengan laporan warga.
“Kalau kapolda Lampung mau berkantor di terminal ini kesempatan baik bagi warga untuk bertatap muka langsung melaporkan kasusnya yang dinilai tidak adil,” tuturnya.
Kapolda Lampung, Brigjen Pol Ike Edwin, setiap berkantor di luar Mapolda Lampung di Telukbetung, selalu ramai pengunjung. Termasuk warga yang ingin melaporkan peristiwa yang dinilai perlu mendapat tanggapan.
Di bawah tenda Terminal Rajabasa, Kamis (21/4), Masdar mendapat kesempatan melaporkan kasus yang menimpa menantunya, Mujiyono. Kepada Kapolda, ia mengatakan menantunya dianiaya Brigadir Muji Yulianto, anggota Polsek Natar di tempat pada September 2015.
Menantu Masdar dijemput oknum polisi tersebut di rumahnya Desa Tiuh Daya Asri, Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulangbawang Barat, Lampung. Sampai di rumah Nawi Rejo, polisi tersebut memukul menantu Masdar dengan meja. “Karena tidak terima penjelasan, menantu saya langsung dipukul polisi itu,” tuturnya.
Atas kejadian itu, Masdar meminta kapolda menuntaskan masalah yang menimpa menantunya tersebut tanpa ada pasalnya. Hingga saat ini, menantunya menjadi ketakutan pulang ke rumah.
Kapolda juga mendapat laporan dari Nofrizal, warga Bekasi. Ia menyesali tindakan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung. Saat itu, adiknya, Hendri, ditangkap petugas saat minum kopi di warung di Telukbetung, April 2015.
Polisi menangkap Hendri atas dugaan membawa ratusan suku cadang mobil senilai Rp 300 juta tanpa izin penjualan. Padahal, kata dia, adiknya bawa suku cadang itu untuk dijual di tokonya. Setelah ditangkap dan diperiksa, adiknya dilepas, namun barang bukti suku cadang kendaraan harus disita. Adiknya pun masih menjadi tersangka.