REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda mengatakan, pemblokiran bisa menjadi langkah efektif untuk mencegah gim daring (game online) yang mengandung unsur kekerasan agar tidak tersentuh oleh anak-anak.
"Pemblokiran jadi salah satu cara paling membantu. Setidaknya, daripada tidak ada action sama sekali," kata Erlinda kepada Republika.co.id, Ahad (24/4).
Erlinda mengatakan, game daring yang mengandung unsur kekerasan sangat berdampak buruk bagi anak. Sebab, game tersebut dapat memunculkan perilaku agresif pada anak.
"Anak-anak pasti ingin mencoba seperti yang ada di game, misalnya menendang seperti apa, memukul seperti apa. Khususnya anak laki-laki," kata dia.
Meski begitu, tambah Erlinda, peran orang tualah yang paling penting agar anak-anak tidak kecanduan game. Dia mengatakan, orang tua harus sering-sering melakukan pengalihan permainan kepada anak-anak yang sudah kecanduan game.
Dia menjelaskan, pengalihan tersebut bisa dilakukan dengan memberikan permainan di dunia nyata. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan hobi atau aktivitas di dunia nyata.
"Anak-anak memiliki enerji yang besar. Pengalihan sederhana bisa dilakukan dengan mengajak mencuci motor atau sepeda. Karena, semua anak pasti suka main air," ujar dia.
Diketahui, sebanyak 15 game sebagaimana dikutip dalam laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id dinyatakan mengandung kekerasan dan berbahaya bagi anak-anak.
Hal ini berdampak pada anak sebagaimana penelitian Iowa State University Amerika Serikat menunjukkan, bermain game yang mengandung kekerasan selama 20 menit saja dapat "mematikan rasa". Menurut Direktur Indonesia Heritage Foundation, Wahyu Farrah Dina, anak akan mudah melakukan kekerasan dan kehilangan empati kepada orang lain.
World of Warcraft, Grand Theft Auto (GTA), Call of Duty, Point Blank, Cross Fire, War Rock, Counter Strike, Mortal Combat, Future Cop, Carmageddon. Shelshock, Raising Force, Atlantica, Conflict, dan VietnamBully.