Selasa 26 Apr 2016 21:12 WIB

NU Diminta tidak Jadi Badan Otonom Parpol

Bendera partai politik. Ilustrasi
Foto: Republika
Bendera partai politik. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA  -- Direktur Aswaja Center PWNU Jawa Timur Abdurrahman Navis meminta PBNU mengembangkan sistem yang bisa menghubungkan NU dengan semua politisi, eksekutif, profesional, dan kelompok lainnya secara elegan, sehingga tidak terkesan menjadi badan otonom partai politik.

"Jangan menjadi badan otonom (banom) parpol," kata Abdurrahman dalam diskusi di Gedung PWNU Jatim, Surabaya, Selasa (26/4).

Dalam diskusi bertajuk "Kepemimpinan Umat, Kepemimpinan Masyarakat" untuk memperingati Hari Lahir (Harlah) Ke-38 Majalah Aula dan Harlah Ke-93 NU, ia menjelaskan PWNU Jatim pernah membentuk "Komisi Maslahah Ammah" (KMA) sebagai sistem untuk berhubungan dengan parpol.

"Namun, Komisi Maslahah Ammah itu masih dibentuk hanya dalam kaitan dengan Pilkada semata, lalu berhenti setelah pilkada usai," kata ulama yang juga Wakil Ketua PWNU Jatim itu tanpa mau merinci istilah 'banom parpol' yang dimaksud.

Pandangan itu didukung Pemimpin Umum Majalah AULA Arif Affandi. "Saya setuju, komisi itu (KMA) dikembangkan untuk menjaga hubungan NU dengan politisi NU di DPR, NU dengan eksekutif, NU dengan profesional, dan sebagainya," katanya.

Mantan Wakil Wali Kota Surabaya itu menilai KMA dapat menjadi sistem yang baik untuk NU guna bisa "menyapa" politisi, eksekutif, profesional, dan pihak luar tanpa harus memosisikan NU untuk "bersentuhan" langsung dengan politik praktis.

"Sistem itu yang harus diciptakan NU dan saya yakin akan bermanfaat untuk NU, karena NU selama ini memang mudah diterima oleh pihak luar, namun sistem untuk mendekatkan NU dengan semua pihak luar itu belum ada," katanya.

Menurut penulis buku "Kepemimpinan Umat, Arus Atas, Arus Bawah" itu, KMA akan memosisikan NU sebagai ormas keagamaan yang tidak perlu sibuk berhubungan dengan persoalan politik praktis.

"NU sendiri sebagai ormas keagamaan dapat berperan untuk mengembangan nilai-nilai politik yang beradab, seperti etika relasional antarpemimpin pada masa lalu yang saling memahami dalam perbedaan dan tidak menjadikan perbedaan untuk menyalahkan, sehingga tumbuh keteladanan," katanya.

Selain itu, NU juga dapat mengembangkan basis ekonomi kemasyarakatan yang lebih baik, sehingga demokrasi akan semakin ideal seiring dengan membaiknya kesejahteraan yang nanti akan mengikis politik uang dengan sendirinya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement