REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkepentingan untuk menjaga keseimbangan seluruh stakeholder di bidang ketenagakerjaan. Pemerintah ingin dunia usaha terus tumbuh dan berkembang.
“Kami ingin buruh makin sejahtera,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam keterangan resminya, Senin (1/5).
Tak hanya itu, pemerintah juga ingin agar para pencari kerja (pengangguran) mendapat kesempatan untuk bekerja sebagaimana mereka yang sudah mendapat pekerjaan.
Semua perlu dijaga dan diseimbangkan agar bisa hidup lebih baik. Karenanya, kebijakan yang ada seperti PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan diyakini sebagai keputusan terbaik saat ini yang melindungi kepentingan bersama pekerja/buruh, pengusaha dan para pencari kerja.
Kendati demikian, pemerintah juga meyakini bahwa komunikasi dan dialog intensif sangat penting untuk mencari terobosan gagasan dalam rangka penyelesaian masalah maupun perbaikan kondisi ketenagakerjaan secara umum.
Itulah mengapa pada tahun ini, Kemenerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menginiasi komunikasi dan dialog intensif dengan semua stakeholder ketenagakerjaan yang disebut sebagai Rembug Nasional Ketenagakerjaan atau perburuhan. Inisiatif itu sudah dimulai dengan komunikasi intensif pemerintah dengan stakeholder terkait, baik secara formal maupun informal.
"Kita percaya, dengan komunikasi dan dialog intensif itu maka masalah-masalah dapat diatasi dan kualitas kehidupan ketenagakerjaan dapat ditingkatkan," ujarnya.
Masalah kesejahteraan pekerja atau buruh terus menjadi perhatian pemerintah. Hanif memahami bersama bahwa persoalan kesejahteraan bukanlah persoalan upah semata-semata tapi juga masalah dalam pengendalian pengeluaran hidup.
Pemerintah berusaha keras menekan pengeluaran hidup pekerja atau buruh melalui berbagai kebijakan jaminan sosial yg manfaat dan pelayanannya terus ditingkatkan, baik program jaminan sosial di BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.
Kebijakan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) juga dipastikan semakin aksesibel bagi pekerja atau buruh dan keluarganya.
Selain itu, ada juga kebijakan pembangunan sejuta perumahan pekerja, transportasi pekerja, dan kemudahan akses terhadap layanan keuangan melalui kredit usaha rakyat (KUR) yang bisa diakses pekerja/buruh dan keluarganya.
Bunga KUR, kata Hanif, sudah diturunkan secara drastis dari 22 persen pada 2014 menjadi 12 persen pada 2015, dan kemudian menjadi 9 persen di 2016. Presiden Joko Widodo nantinya akan kembali menurunkan bunga KUR menjadi 7 persen pada 2017.